Sabtu, 05 Maret 2016

Lensa 3in1 (makro, wide, fisheye) 3 in 1 universal fish eye murah original termurah asli


LENSA 3IN1

Bagi anda yang hobi fotografi dengan menggunakan ponsel, lensa 3 in 1 (Fish Eye + Macro + Wide) kami sangatlah membantu. Dengan lensa ini, anda dapat memotret dengan menggunakan 3 macam efek secara bergantian, yaitu efek FISH EYE yang berguna untuk efek cembung, efek MACRO yang berguna untuk mengambil objek dengan lebih detail & tanpa blur serta efek WIDE yang berguna untuk efek foto dengan skala sudut yang lebih lebar. Rasakan kenikmatan sensasi memotret dengan efek cembung, detail & wide.

Lensa 3 in 1 (Fish Eye + Macro + Wide) kami support untuk semua tipe Android dan Blackberry.

Cara pemakaiannya sangatlah mudah. Karena lensa ini berbentuk penjepit, maka cukup sesuaikan lensa pada permukaan kamera ponsel anda.

Lensa 3 in 1 Universal adalah Lensa yang didesain khusus banyak handphone / gadget yang terdiri dari 3 lensa yaitu Fisheye, Macro sama Wide. Bisa digunakan disemua handphone seperti : iPhone, Samsung, iPad, HTC, Experia, Cross dll. Bagusnya yang lain adalah bisa digunakan dilensa depan dan belakang. Keren kan?

Universal Clip Lens 3 IN 1 ( Fisheye,Macro,Wide ) 3 in 1 Lens (Fisheye, Wide, Macro) Bisa Untuk semua jenis HP/Tablet

Lensa ini mempunyai 3 fungsi yaitu

1. Fisheye Lensa fisheye adalah
lensa wide angle (sudut lebar) berbentuk cembung yang bisa menangkap gambar dengan sudut 180 derajat. Lensa fisheye memiliki titik fokus pendek dan kedalaman (depth of field) hampir tak terbatas. Distorsi yang diciptakan oleh tepi luar lensa terlihat signifikan, menciptakan hasil fotografi yang melingkar. Lensa fisheye adalah lensa dengan karakteristik khusus dan populer diantara para fotografer.

2. Wide Lensa jenis ini dapat digunakan untuk menangkap subjek yang luas dalam ruang sempit. Karakter lensa ini adalah membuat subjek lebih kecil daripada ukuran sebenarnya. Dengan menggunakan lensa jenis ini, di dalam ruangan kita dapat memotret lebih banyak orang yang berjejer jika dibandingkan dengan lensa standar.

3. Macro Fungsi makro lensa memungkinkan fokus dengan jarak dekat, sehingga objek yang kecil menjadi besar. Anda bisa foto serangga, bunga, atau benda-benda kecil lainnya dalam jarak yang dekat.

Spesifikasi Produk:
* Bahan: logam aluminium berkualitas tinggi
* Kaca lensa: multi-berlapis kaca optik
* Lens cap: Plastik kekuatan tinggi

💝Paket termasuk💝
1 Lens Fisheye
1 Lens Wide / Macro
2 Penutup Lensa
1 Sarung sekaligus pembersih lensa

harga 20rb
Koleksi lengkap

Minat
hub sms dan whatsapp 085746668989
pin bbm 5D0C8ADC

Grup Kami HeroShop











Read more

Jumat, 25 September 2015

Pertumbuhan Ekonomi



Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat menjadi meningkat. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi menambah modal, teknologi yang dipergunakan menjadi berkembang dan juga tenaga kerja akan bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi hal yang sangat diinginkan semua negara maupun daerah. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan kegiatan ekonomi yang dapat bernilai positif dan bahkan dapat pula bernilai negatif. Jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan yang positif, maka kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami peningkatan, tetapi jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan yang negatif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan.
Untuk mengukur perumbuhan ekonomi, para ekonom menggunakan data produk domestic bruto (GDP), yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian.
            Pertumbuhan ekonomi nasional yang dihitung melalui GDP (Gross Domestic Product) dapat juga dijadikan indikator atas laju perekonomian nasional yang dalam hal ini menyangkut efektifitas dari tingkat investasi dalam maupun luar negeri. Selama 10 tahun terakhir (periode 1995-2005) terlihat perubahan yang fluktuatif. Laju pertumbuhan terbesar tercatat pada tahun 1995 dengan nilai GDP sebesar 1.340.379,2 milyar dengan laju pertumbuhan sebesar 8,22 persen dari tahun sebelumnya. Angka laju pertumbuhan tersebut ternyata mengalami penurunan hingga pada klimaks penurunan minimum pada tahun 1998 hingga mencapai kondisi sebesar -13,12 persen dengan nilai nominal 1.314.474,3 milyar rupiah. Kondisi ini adalah kondisi krisis ekonomi yang berpengaruh terhadap hampir semua sektor ekonomi tak terkecuali pertumbuhan ekonomi nasional.



Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apakah yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi?
2.      Bagaimana akumulasi modal dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi?
3.      Bagaimana populasi modal dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi?

Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah, makalah ini memiliki tujuan masalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi.
2.      Untuk mengetahui bagaimana akumulasi modal dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

3.      Untuk mengetahui bagaimana populasi modal dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.


I.DEFINISI PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

II.PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KENAIKAN PRODUKTIVITAS

Sementara negara-negara miskin berpenduduk padat dan banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, negara-negara Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf hidup tinggi dan terus bertambah.Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, serta kenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangi berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan teknologi.


III.PERMINTAAN AGREGRATIF DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Pada gambar ini dianggap bahwa tingkat PNN kesempatan kerja penuh pada thaun 1998 A sebesar 26 trilyun rupiah dan skedul permintaan agregratifnya adalah C+I+C1 hingga tingkat PNN kesempatan kerja penuh dapat dicapai karena sama dengan tingkat pendapatan keseimbangannya.Misalkan terjadi pertumbuhan kapasitas produksi akibat adanya pertambahan sumber-sumber pertumbuhan ekonommi hingga tingkat PNN kesempatan kerja penuh pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1998 B menjadi 27 trilyun rupiah atau kenaikan sebesar kira-kira 4% dalam output riil.Agar potensi produksi total dapat direalisasikan maka permintaan agregratif harus naik dengan laju pertumbuhan yang cukup untuk memelihara tingkat kesempatan kerja penuh.Karenanya permintaan agregratif harus bergeser keatas menjadi C+I+C2. Bila tidak atau naik secara lebih kecil maka kenaikan kapasitas produksi tak dapat direalisasikan dan dimanfaatkan.Gambar ini menunjukkan aspek penciptaan pendapatan oleh komponen pengeluaran investasi neto.

IV.TEORI DAN MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI

Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith dalam buku karangannya yang berjudul An Inguiry into the Nature and Causes of the Wealt Nations, menganalisis sebab berlakunya pertumbuhan ekonomidan factor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Setelah Adam Smith, beberapa ahli ekonomi klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, Stuart Mill, juga membahas masalah perkembangan ekonomi .     

A.Teori Inovasi Schum Peter

Pada teori ini menekankan pada faktor inovasi enterpreneur sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi kapitalilstik.Dinamika persaingan akan mendorong hal ini.

B.Model Pertumbuhan Harrot-Domar

Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan natural.Selain kuantitas faktor produksi tenaga kerja diperhitungkan juga kenaikan efisiensi karena pendidikan dan latihan.Model ini dapat menentukan berapa besarnya tabungan atau investasi yang diperlukan untuk memelihar tingkat laju pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi natural dikalikan dengan nisbah kapital-output.

C.Model Input-Output Leontief.
Model ini merupakan gambaran menyeluruh tentang aliran dan hubungan antarindustri. Dengan menggunakan tabel ini maka perencanaan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara konsisten karena dapat diketahui gambaran hubungan aliran input-output antarindustri. Hubungan tersebut diukur dengan koefisien input-output dan dalam jangka pendek/menengah dianggap konstan tak berubah . romdankurkur

D.Model Pertumbuhan Lewis

Model ini merupakan model yang khusus menerangkan kasus negar sedang berkembang banyak(padat)penduduknya.Tekanannya adalah pada perpindahan kelebihan penduduk disektor pertanian ke sektor modern kapitalis industri yang dibiayai dari surplus keuntungan.

E.Model Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Model ini menekankan tinjauannya pada sejarah tahp-tahap pertumbuhan ekonomi serta ciri dan syarat masing-masing. Tahap-tahap tersebut adalah tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat lepas landas, tahap lepas landas, ahap gerakan ke arah kedewasaan, dan akhirnya tahap konsimsi tinggi.

V.NEGARA BERKEMBANG DAN FAKTOR PERTUMBUHANNYA

A.Ciri-ciri negara sedang berkembang

1.   Tingkat pendapatan rendah,sekitar US$300 perkapita per tahun.
2.   Jumlah penduduknya banyak dan padat perkilo meter perseginya.
3.   Tingkat pendidikan rakyatnya rendah dengan tingkat buta aksara tinggi.
4.   Sebagian rakyatnya bekerja disektor pertanian pangan secara tak               produktif,sementara hanya sebagian kecil rakyatnya bekerja disektor industri.Produktifitas kerjanya rendah.
5.   Kuantitas sumber-sumber alamnya sedikit serta kualitasnya rendah.Kalau    mempunyai sumber-sumber alam yang memadai namun belum diolah atau belum dimanfaatkan.
6.   Mesin-mesin produksi serta barang-barang kapital yang dimiliki dan digunakan hanya kecil atau sedikit jumlahnya.
7.   Sebagian besar dari mereka merupakan negara-negara baru diproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan kira-kira satu atau dua dekade.

B.Transisi kependudukan


Yang mencerminkan kenaikan taraf hidup rakyat di suatu negara adalah besarnya tabungan dan akumulasi kapital dan laju pertumbuhan penduduknya. Laju pertumbuhan yang sangat cepat di banyak negara sedang berkembang nampaknya disebabkan oleh fase atau tahap transisi demografi yang dialaminya. Negara-negara sedang berkembang mengalami fase transisi demografi di mana angka kelahiran masih tinggi sementara angka kematian telah menurun. Kedua hal ini disebabkan karena kemajuan pelayanan kesehatan yang menurun angka kematian balita dan angka tahun harapan hidup. Ini terjadi pada fase kedua dan ketiga dalam proses kependudukan. Umumnya ada empat tahap dalam proses transisi, yaitu:
Tahap 1:
Masyarakat pra-industri, di mana angka kelahiran tinggi dan angka kematian tinggi menghasilkan laju pertambahan penduduk rendah;
Tahap 2:
Tahap pembangunan awal, di mana kemajuan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik menghasilkan penurunan angka kelahiran tak terpengaruh karena jumlah penduduk naik.
Tahap 3:
Tahap pembangunan lanjut, di mana terjadi penurunan angka kematian balita, urbanisasi, dan kemajuan pendidikan mendorong banyak pasangan muda berumah tangga menginginkan jumlah anak lebih sedikit hingga menurunkan angka kelahiran. Pada tahap ini laju pertambahan penduduk mungkin masih tinggi tetapi sudah mulai menurun;
Tahap 4:
Kemantapan dan stabil, di mana pasangan-pasangan berumah tangga melaksanakan pembatasan kelahiran dan mereka cenderung bekerja di luar rumah. Banyaknya anak cenderung hanya 2 atau 3 saja hingga angka pertambahan neto penduduk sangat rendah atau bahkan mendekati nol.

C. Faktor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan

Dua hal esensial harus dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi adalah, pertama sumber-sumber yang harus digunakan secara lebih efisien. Ini berarti tak boleh ada sumber-sumber menganggur dan alokasi penggunaannya kurang efisien.Yang kedua, penawaran atau jumlah sumber-sumber atau elemen-elemen pertumbuhan tersebut haruslah diusahakan pertambahannya.Elemen-elemen yang memacu pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sebagai berikut.
1.  Sumber-sumber Alam
Elemen ini meliputi luasnya tanah, sumber mineral dan tambang, iklim, dan lain-lain. Beberapa negara sedang berkembang sangat miskin akan sumber-sumber alam, sedikitnya sumber-sumber alam yang dimiliki meruoakan kendala cukup serius. Dibandingkan dengan sedikitnya kuantitas serta rendahnya persediaan kapital dan sumber tenaga manusia maka kendala sumber alam lebih serius.
2   .Sumber-sumber Tenaga Kerja
Masalah di bidang sumber daya manusia yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkambang pada umumnya adalah terlalu banyaknya jumlah penduduk, pendayagunaannya rendah, dan kualitas sumber-sumber daya tenaga kerja sangat rendah.
3.  Kualitas Tenaga Kerja yang Rendah
Negara-negara sedang berkembang tak mampu mengadakan investasi yang memadai untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia berupa pengeluaran untuk memelihara kesehatan masyarakat serta untuk pendidikan dan latihan kerja.
4  .Akumulasi Kapital
Untuk mengadakan akumulasi kapital diperlukan pengorbanan atau penyisihan konsumsi sekarang selama beberapa decade. Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami.

D. Peranan penting pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi


1.  Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi.
2.  Ketidakmampuan atau kelemahan setor swasta melaksanakan fungsi entreprenurial yang bersedia dan mampu mengadakan akumulasi kapital dan mengambil inisiatif mengadakan investasi yang diperlukan untuk memonitori proses pertumbuhan.
3.  Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil akumulasi kapital dan investasi yang dilakukan terutama oleh sektor swasta yang dapat menaikkan produktivitas perekonomian. Hal ini tidak dapat dicapai atau terwujud bila tidak didukung oleh adanya barang-barang dan pelayanan jasa sosial seperti sanitasi dan program pelayanan kesehatan dasr masyarakat, pendidikan, irigasi, penyediaan jalan dan jembatan serta fasilitas komunikasi, program-program latihan dan keterampilan, dan program lainnya yang memberikan manfaat kepada masyarakat.
4.  Rendahnya tabungan-investasi masyarakat (sekor swasta) merupakan pusat atau faktor penyebab timbulnya dilema kemiskinan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Seperti telah diketahui hal ini karena rendahnya tingkat pendapatan dan karena adanya efek demonstrasi meniru tingkat konsumsi di negara-negara maju olah kelompok kaya yang sesungguhnya bias menabung.
5.  Hambatan sosial utama dalam menaikkan taraf hidup masyarakat adalah jumlah penduduk yang sangat besar dan laju pertumbuhannya yang sangat cepat. Program pemerintahlah yang mampu secara intensif menurunkan laju pertambahan penduduk yang cepat lewat program keluarga berencana dan melaksanakan program-program pembangunan pertanian atau daerah pedesaan yang bisa mengerem atau memperlambat arus urbanisasi penduduk pedesaan menuju ke kota-kota besar dan mengakibatkan masalah-masalah social, politis, dan ekonomi.
6.  Pemerintah dapat menciptakan semangat atau spirit untuk mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak hanya memerlukan pengembangan faktor penawaran saja, yang menaikkan kapasitas produksi masyarakat, yaitu sumber-sumber alam dan manusia, kapital, dan teknologi;tetapi juga faktor permintaan luar negeri. Tanpa kenaikkan potensi produksi tidak dapat direalisasikan.

E.Strategi pertumbuhan ekonomi        


1.Industrialisasi Versus Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian bersifat menggunakan teknologi padat tenaga kerja dan secara relatif menggunakan sedikit kapital; meskipun dalam investasi pada pembuatan jalan, saluran dan fasilitas pengairan, dan pengembangan teknologinya. Kenaikan produktivitas sektor pertanian memungkinkan perekonomian dengan menggunakan tenaga kerja lebih sedikit menghasilkan kuantitas output bahan makanan yang sama. Dengan demikian sebagian dari tenaga kerja dapat dipindahkan ke sektor industri tanpa menurunkan output sector pertanian. Di samping itu pembangunan atau kenaikkan produktivitas dan output total sektor pertanian akan menaikan pendapatan di sektor tersebut.

2.Strategi Impor Versus Promosi Ekspor
Stategi industrialisasi via substitusi impor pada dasarnya dilakukan dengan membangun industri yang menghasilkan barang-barang yang semula diimpor. Alternatif kebijakan lain adalah strategi industrialisasi via promosi ekspor. Kebijakan ini menekankan pada industrialisasi pada sektor-sektor atau kegiatan produksi da dalam negeri yang mempunyai keunggulan komparatif hingga dapat memproduksinya dengan biaya rendah dan bersaing dengan menjualnya di pasar internasional. Strategi ini secara relatif lebih sukar dilaksanakan karena menuntut kerja keras agar bisa bersaing di pasar internasional.


3.Perlunya Disertivikasi
Usaha mengadakan disertivikasi bagi negara-negara pengekspor utama minyak dan gas bumi merupakan upaya mempertahankan atau menstabilkan penerimaan devisanya.

VI. ASPEK HUBUNGAN EKONOMI INTERNASIONAL DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI

A.Perluasan Perdagangan

Negara-negara maju telah berkembang merupakan sumber atau pensupplai barang-barang kapital. Di samping itu mereka juga merupakan pasar yang luas dan cukup besar yang membeli ekspor hasil-hasil pertanian, pertambangan, bahan mentah, ataupun barang-barang manufaktur oleh negara-negara sedang berkembang. Penurunan harga di pasar dunia akan bahan-bahan mentah produk pertanian ataupun hasil pertambangan akan sama seperti halnya turunnya harga minyak bumi ataupun harga tembaga di pasaran internasional.

B.Aliran Penanaman Modal (Investasi) Asing

Aliran kapital atau investasi asing dari luar negeri baik oleh sector pemerintah maupun swasta asing dapat merupakan suplemen atau pelengkap bagi usaha pemecahan lingkaran setan kemiskinan. Penanaman modal asing banyak bergerak di sektor eksplorasi sumber alam berupa pertambangan, kehutanan, perikanan, dan juga di sektor manufacturing. Swasta asing yang melakukan investasi umumnya merupakan perusahaan besar multinasional.
C.Bantuan Luar Negeri Berupa Hadiah dan Pinjaman
Bantuan asing bisa diberikan secara langsung atau melalui lembaga keuangan internasional. Contoh bantuan langsung berupa hadiah atau pinjaman yang diberikan oleh US-AID (United State Agency for International Development), suatu lembaga bantuan luar negeri pemerintah Amerika Serikat, atau dari badan-badan luar negeri yang serupa dari negara-negara maju telah berkembang lainnya.

Read more

Utang Luar Negeri Indonesia


UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA

1.    PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi merupakan prasyarat mutlak bagi negara-negara
dunia ketiga, termasuk Indonesia, untuk memperkecil jarak ketertinggalannya di bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari negara-negara industri maju. Upaya pembangunan ekonomi di negara-negara tersebut, yang umumnya diprakarsai pemerintah, agak terkendala akibat kurang tersedianya sumber-sumber daya ekonomi yang produktif, terutama sumberdaya modal yang seringkali berperan sebagai katalisator pembangunan. Untuk mencukupi kekurangan sumberdaya modal ini, maka pemerintah negara yang bersangkutan berusaha untuk mendatangkan sumberdaya modal dari luar negeri melalui berbagai jenis
pinjaman.
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berbagai persoalan
ekonomi di Indonesia.
Pada masa krisis ekonomi, utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, telah meningkat drastis dalam hitungan rupiah. Sehingga, menyebabkan pemerintah Indonesia harus menambah utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang telah jatuh tempo. Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui APBN RI dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan berkurangnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga jelas akan
membebani masyarakat, khususnya para wajib pajak di Indonesia.
Berdasarkan paparan di atas, penulis mengangkat permasalahan tersebut ke dalam sebuah makalah yang berjudul, “Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia ”. Makalah ini akan menjelaskan beberapa hal mengenai gambaran utang luar negeri pemerintah Indonesia sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional, faktor-faktor penyebab munculnya utang luar negeri pemerintah Indonesia, perkembangan utang luar negeri pemerintah Indonesia, dampak utang luar negeri pemerintah Indonesia terhadap pembangunan nasional, dan strategi pengelolaan utang luar negeri pemerintah Indonesia.

1.2    Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.
1) Bagaimana gambaran utang luar negeri pemerintah Indonesia sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional?
2) Apa faktor-faktor penyebab munculnya utang luar negeri pemerintah Indonesia?
3) Bagaimana perkembangan utang luar negeri pemerintah Indonesia?
4) Bagaimana dampak utang luar negeri pemerintah Indonesia terhadap pembangunan nasional?
5) Bagaimana strategi pengelolaan utang luar negeri pemerintah Indonesia?

1.3    Tujuan Masalah
            Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini memiliki tujuan masalah sebagai berikut.
1) Mengetahui gambaran utang luar negeri pemerintah Indonesia sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional.
2) Mengetahui faktor-faktor penyebab munculnya utang luar negeri pemerintah Indonesia.
3) Mengetahui perkembangan utang luar negeri pemerintah Indonesia.
4) Mengetahui dampak utang luar negeri pemerintah Indonesia terhadap pembangunan nasional.
5) Mengetahui strategi pengelolaan utang luar negeri pemerintah Indonesia.
  



2.    PEMBAHASAN
2.1    Gambaran Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Nasional
Tidak semua negara yang digolongkan dalam kelompok negara dunia ketiga, atau negara yang sedang berkembang, merupakan negara miskin, dalam arti tidak memiliki sumberdaya ekonomi. Banyak negara dunia ketiga yang justru memiliki kelimpahan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Masalahnya adalah kelimpahan sumberdaya alam tersebut masih bersifat potensial, artinya belum diambil dan didayagunakan secara optimal. Sedangkan sumberdaya manusianya yang besar, belum sepenuhnya dipersiapkan, dalam arti pendidikan dan ketrampilannya, untuk mampu menjadi pelaku pembangunan yang berkualitas dan berproduktivitas tinggi. Pada kondisi yang seperti itu, maka sangatlah dibutuhkan adanya sumberdaya modal yang dapat digunakan sebagai katalisator pembangunan, agar pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan lebih baik, lebih cepat, dan berkelanjutan. Dengan adanya sumberdaya modal, maka semua potensi kelimpahan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dimungkinkan untuk lebih didayagunakan dan dikembangkan.
Tetapi, pada banyak negara yang sedang berkembang, ketidaktersediaan
sumberdaya modal seringkali menjadi kendala utama. Dalam beberapa hal, kendala tersebut disebabkan karena rendahnya tingkat pemobilisasian modal di dalam negeri. Beberapa penyebabnya antara lain:
(1) Pendapatan per kapita penduduk yang umumnya relatif rendah, menyebabkan tingkat MPS (marginal propensity to save) rendah, dan pendapatan pemerintah dari sektor pajak, khususnya penghasilan, juga rendah.
(2) Lemahnya sektor perbankan nasional menyebabkan dana masyarakat, yang memang terbatas itu, tidak dapat didayagunakan secara produktif dan efisien untuk menunjang pengembangan usaha yang produktif.
(3) Kurang berkembangnya pasar modal, menyebabkan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah, sehingga banyak perusahaan yang kesulitan mendapatkan tambahan dana murah dalam berekspansi. Dengan kondisi sumberdaya modal domestik yang sangat terbatas seperti itu, jelas tidak dapat diandalkan untuk mampu mendukung tingkat pertumbuhan output nasional yang tinggi seperti yang diharapkan.
Solusi yang dianggap bisa diandalkan untuk mengatasi kendala rendahnya
mobilisasi modal domestik adalah dengan mendatangkan modal dari luar negeri, yang umumnya dalam bentuk hibah (grant), bantuan pembangunan (official development assistance), kredit ekspor, dan arus modal swasta, seperti bantuan bilateral dan multilateral; investasi swasta langsung (PMA); portfolio invesment; pinjaman bank dan pinjaman komersial lainnya; dan kredit perdagangan (ekspor/impor). Modal asing ini dapat diberikan baik kepada pemerintah maupun kepada pihak swasta.
Banyak pemerintah di negara dunia ketiga menginginkan untuk mendapatkan modal asing dalam menunjang pembangunan nasionalnya, tetapi tidak semua berhasil mendapatkannya, kalau pun berhasil jumlah yang didapat akan bervariasi tergantung pada beberapa faktor antara lain (ML. Jhingan : 1983, halaman 643-646):
1. Ketersediaan dana dari negara kreditur yang umumnya adalah negara-negara
industri maju.
2. Daya serap negara penerima (debitur). Artinya, negara debitur akan mendapat
bantuan modal asing sebanyak yang dapat digunakan untuk membiayai investasi yang bermanfaat. Daya serap mencakup kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan, mengubah struktur perekonomian, dan mengalokasikan kembali resources. Struktur perekonomian yang simultan dengan pendayagunaan kapasitas nasional yang ada akan menjadi landasan penting bagi daya serap suatu negara.
3. Ketersediaan sumber daya alam dan sumberdaya manusia di negara penerima,
karena tanpa ketersediaan yang cukup dari kedua sumberdaya tersebut dapat
menghambat pemanfaatan modal asing secara efektif.
4. Kemampuan negara penerima bantuan untuk membayar kembali (re-payment).
5. Kemauan dan usaha negara penerima untuk membangun. Modal yang diterima dari luar negeri tidak dengan sendirinya memberikan hasil, kecuali jika disertai dengan usaha untuk memanfaatkan dengan benar oleh negara penerima. Sebagaimana dikatakan Nurkse (1961: 83), bahwa modal sebenarnya dibuat di dalam negeri. Sehingga, peranan modal asing sebenarnya adalah sebagai sarana efektif untuk memobilisasi keinginan suatu negara.
Sekarang ini dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia, termasuk dalam bidang finansial, menyebabkan arus modal asing semakin leluasa keluar masuk suatu negara. Pada banyak negara yang sedang berkembang, modal asing seolah-olah telah menjadi salah satu modal pembangunan yang diandalkan. Bahkan, beberapa negara saling berlomba untuk dapat menarik modal asing sebanyak-banyaknya dengan cara menyediakan berbagai fasilitas yang menguntungkan bagi para investor dan kreditur.
Khusus modal asing dalam bentuk pinjaman luar negeri kepada pemerintah, baik yang bersifat grant; soft loan; maupun hard loan, telah mengisi sektor penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (government budget) yang selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan proyek-proyek pembangunan negara atau investasi pemerintah di sektor publik. Dengan mengingat bahwa peran pemerintah yang masih menjadi penggerak utama perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang, menyebabkan pemerintah membutuhkan banyak modal untuk membangun berbagai prasarana dan sarana, sayangnya kemampuan finansial yang dimiliki pemerintah masih terbatas atau kurang mendukung. Dengan demikian, maka pinjaman (utang) luar negeri pemerintah menjadi hal yang sangat berarti sebagai modal bagi pembiayaan pembangunan perekonomian nasional. Bahkan dapat dikatakan, bahwa utang luar negeri telah menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan perekonomian nasional yang cukup penting bagi sebagian besar negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. link

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia
            Sebagaimana dijelaskan dalam gambaran umum mengenai hutang luar negeri, terdapat beberapa factor yang menyebabkan munculnya hutang luar negeri antara lain karena :
1.    Kurangnya tabungan dalam negeri (saving-investment gap)
2.    Kurangnya kemampuan menghasilkan devisa (foreign exchange gap)
Logika two gaps berawal dari konsep Harold Domar yang menyatakan pembangunan berdasarkan pada pembentukan modal. Model ini pada awalnya cukup ampuh diterapkan seperti di Jepang melalui Marshal Plane. Konsep ini dikenal dengan Debt Led Growthà industri substitusi impor, intervensi negara dan terbukanya pintu terhadap modal asing.
Secara metodologis, hubungan ketiga jenis defisit di atas dapat dijelaskan melalui identitas pendapatan nasional (national income identity). Dalam konteks ekonomi makro terbuka, identitas pendapatan nasional dapat dilihat dari sisi pengeluaran agregat dan sisi pendapatan agregat, masing-masing dituliskan sebagai berikut (Hyman, 1992:606-608) :
            º  C + I + G + (X – M)                                                                      [2.1]
            Y  º  C + S + T                                                                                       [2.2]
dimana :
Y         =  produk domestik bruto
C         =  konsumsi
I           =  investasi
G         =  pengeluaran pemerintah
X         =  ekspor barang dan jasa
M         =  impor barang dan jasa
S          =  tabungan domestik
T          =  penerimaan pemerintah di luar bantuan asing
                (penerimaan pajak).
            Selanjutnya, tabungan domestik pada persamaan [2.2] dapat dipilah menjadi tabungan masyarakat (SP) dan tabungan pemerintah (SG) (Alun, 1992:31):
            º  SP  +  SG                                                                                        [2.3a]
            Karena tabungan pemerintah sama dengan pendapatan pajak dikurangi pengeluaran pemerintah (T - G), maka :
            º  SP  +  (T - G)                                                                                [2.3b]

            Berdasarkan persamaan identitas [2.1]-[2.3b], kita dapat melihat keterkaitan ketiga jenis defisit di atas seperti di bawah ini (Alun, 1992:32; Gordon, 1993:379) :
            SP  +  (T - G)  º  I  +  (X - M)                                                              [2.4a]
atau :
            (SP - I) +  (T - G) º (X - M)                                                                 [2.4b]
dimana :
X - M  = defisit transaksi berjalan
T - G   = defisit anggaran pemerintah
SP  -  I  = defisit tabungan-investasi swasta
            Selanjutnya, hubungan defisit-defisit di atas dengan utang luar negeri dapat diuraikan sebagai berikut. Misalkan :
Dlt        =  utang luar negeri jangka panjang
Dst       =  utang luar negeri jangka pendek
If          =  penanaman modal asing langsung
Ip         =  investasi portofolio (PMA tidak langsung)
Rt - Rt-1=  perubahan cadangan devisa
u          =  variabel pengganggu,
maka kaitan utang luar negeri dengan defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran pemerintah dapat diformulasikan :
            Dlt  +  Dst + If  +  Ip  =  (X - M) + (Rt - Rt-1)  +  u                                 [2.5]

2.3 Perkembangan Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia
            Indonesia merupakan salah satu negara dunia ketiga. Sebelum terjadinya krisis moneter di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Hal tersebut sejalan dengan strategi pembangunan ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah pada waktu itu, yang menempatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai target prioritas pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak akhir tahun 1970-an selalu positif, serta tingkat pendapatan per kapita yang relatif rendah, menyebabkan target pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut tidak cukup dibiayai dengan modal sendiri, tetapi harus ditunjang dengan menggunakan bantuan modal asing. Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006. Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
1.    Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar
2.    Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
3.    Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
4.    Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
5.    Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.
Sayangnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun tersebut, tidak disertai dengan penurunan jumlah utang luar negeri (growth with prosperity), kecuali pada tahun 1994/1995 sampai 1995/1996 (lihat Tabel 1). Pemerintah yang pada awalnya menjadi motor utama pembangunan terus menambah utang luar negerinya agar dapat digunakan untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional guna mencapai target tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut, tanpa disertai dengan peningkatan kemampuan untuk memobilisasi modal di dalam negeri. Hal ini menandakan adanya korelasi yang positif antara keberhasilan pembangunan ekonomi pada tingkat makro dan peningkatan jumlah utang luar negeri
pemerintah (growth with indebtedness).
Sejalan dengan semakin meningkatnya kontribusi swasta domestik dalam
pembangunan ekonomi nasional, maka peran pemerintah pun menjadi semakin
berkurang. Fenomena tersebut akhirnya menyebabkan struktur utang luar negeri
Indonesia juga mengalami banyak perubahan selama kurun waktu tiga dasawarsa
terakhir.
            Pada awalnya, utang luar negeri Indonesia lebih banyak dilakukan oleh
pemerintah. Pinjaman pemerintah tersebut diterima dalam bentuk hibah serta soft
loan dari negara-negara sahabat dan lembaga-lembaga supra nasional, baik secara
bilateral maupun multilateral (IGGI dan CGI). Selanjutnya seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian Indonesia, pinjaman luar negeri bersyarat lunak menjadi semakin terbatas diberikan, sehingga untuk keperluan-keperluan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas, pemerintah mulai menggunakan pinjaman komersial dan obligasi dari kreditur swasta internasional.
Karena semakin pesatnya pembangunan dan terbatasnya kemampuan pemerintah untuk secara terus menerus menjadi penggerak utama pembangunan nasional, terutama sejak krisis harga minyak dunia awal tahun 1980-an, menyebabkan pemerintah harus mengambil langkah-langkah deregulasi di berbagai sector pembangunan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan dorongan kepada peran serta swasta dalam pembangunan perekonomian Indonesia, melalui peningkatan minat investasi di berbagai sektor pembangunan yang diizinkan. Dengan semakin besarnya minat investasi swasta, tapi tanpa didukung oleh sumber-sumber dana investasi di dalam negeri yang memadai, telah mendorong pihak swasta melakukan pinjaman ke luar negeri, baik dalam bentuk pinjaman komersial maupun investasi portofolio, yang tentu saja pada umumnya dengan persyaratan pinjaman yang tidak lunak (bersifat komersial), baik suku bunga maupun jangka waktu pembayaran kembali.
Meskipun telah terjadi perubahan pada struktur utang luar negeri Indonesia, utang luar negeri pemerintah masih menjadi hal perlu diperhatikan mengingat dampaknya terhadap APBN yang sangat besar. romdankurkur
Dari data Tabel 1 dapat diketahui, bahwa selama kurun waktu tahun 1984 sampai dengan tahun 1998 pinjaman luar negeri pemerintah rata-rata menyumbang 19,25% pada sektor penerimaan APBN RI. Bahkan pada tahun anggaran 1999/1998, dari total realisasi penerimaan APBN RI yang sebesar Rp 215.130 milyar, 28,97%-nya dibiayai oleh pinjaman luar negeri, juga untuk pertama kalinya dalam 15 tahun terakhir jumlah utang luar negeri untuk bantuan program melebihi bantuan proyek. Pinjaman luar negeri pemerintah yang sedemikian banyak pada tahun anggaran tersebut digunakan untuk menutup defisit anggaran yang besar, akibat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang menyebabkan pengeluaran total pemerintah meningkat
68,47% dari anggaran tahun sebelumnya. Penyumbang terbesar kenaikan pengeluaran pemerintah yang sedemikian besar tersebut adalah kenaikan pada pos pembayaran cicilan utang luar negeri dan bunganya yang jatuh tempo menjadi sebesar Rp 55,578 trilyun atau meningkat 88,55% dari pos yang sama pada anggaran tahun sebelumnya, sebagai akibat dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menyebabkan pemerintah kembali harus menjadi penggerak utama untuk menyelamatkan perekonomian nasional yang terancam kebangkrutan, menggantikan peranan sektor swasta yang merosot setelah beberapa tahun sebelum krisis sempat mendominasi perekonomian nasional. Sehingga, pemerintah membutuhkan tambahan dana yang besar untuk membiayai peningkatan pengeluarannya.
Tabel 1.
Pinjaman Pemerintah Dan Penerimaan APBN
( dalam milyar rupiah )
Oleh karena untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri secara drastis
maupun melakukan pinjaman dalam negeri (internal debt) tidak memungkinkan,
sebab beban ekonomi yang diterima rakyat sudah begitu berat akibat krisis ekonomi, maka jalan alternatif yang bisa ditempuh adalah dengan berusaha memperoleh tambahan dana pinjaman dari luar negeri. Hingga pada akhir tahun 1998 posisi utang luar negeri pemerintah seluruhnya telah mencapai US $ 67.32 milyar, yang diperoleh dari pinjaman komersial dan pinjaman non komersial (non-ODA dan ODA), atau 44,61% dari total utang luar negeri Indonesia yang mencapai US $ 150.9 milyar.

2.4  Mengetahui Dampak Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia terhadap Pembangunan Nasional
Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu juga halnya dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri. Dalam jangka pendek, pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini jauh lebih baik dibandingkan jika defisit APBN tersebut harus ditutup dengan pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga umum (inflationary effect) yang tinggi. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal untuk mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi berarti meningkatnya pendapatan nasional, yang selanjutnya memungkinkan untuk meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, apabila jumlah penduduk tidak meningkat lebih tinggi. Dengan meningkatnya perdapatan per kapita berarti meningkatnya kemakmuran masyarakat.
Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara debitur akibat ketergantungannya dengan bantuan asing.
Sejak krisis dunia pada awal tahun 1980-an, masalah utang luar negeri banyak negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, semakin memburuk. Negara-negara tersebut semakin terjerumus dalam krisis utang luar negeri, walaupun ada kecenderungan bahwa telah terjadi perbaikan atau kemajuan perekonomian di negara-negara itu. Peningkatan pendapatan per kapita atau laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara-negara tersebut belum berarti bahwa pada negara-negara tersebut dengan sendirinya telah dapat dikatagorikan menjadi sebuah negara yang maju, dalam arti struktur ekonominya telah berubah menjadi struktur ekonomi industri dan perdagangan luar negerinya sudah mantap. Sebab pada kenyataannya, besar-kecilnya jumlah utang luar negeri yang dimiliki oleh banyak negara yang sedang berkembang lebih disebabkan oleh adanya defisit current account, kekurangan dana investasi pembangunan yang tidak dapat ditutup dengan sumber-sumber dana di dalam negeri, angka inflasi yang tinggi, dan ketidakefisienan struktural di dalam perekonomiannya.
Sehingga meskipun secara teknis, pemerintahan suatu negara telah sempurna dalam upaya pengendalian utang luar negerinya, pencapaian tujuan pembangunan akan sia-sia, kecuali bila negara tersebut secara finansial benar-benar kuat, yaitu pendapatan nasionalnya mampu memikul beban langsung yang berupa pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri dan bunganya (debt service) dalam bentuk uang kepada kreditur di luar negeri, karena utang luar negeri selalu disertai dengan kebutuhan devisa untuk melakukan pembayaran kembali. Pembayaran cicilan utang beserta bunganya merupakan pengeluaran devisa yang utama bagi banyak negara-negara debitur.
Beban utang luar negeri dapat diukur salah satunya dengan melihat proporsi penerimaan devisa pada current account yang berasal dari ekpor yang diserap oleh seluruh debt service yang berupa bunga dan cicilan utang. Jika rasio antara penerimaan ekspor dan debt service menjadi semakin kecil, atau debt service ratio (jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang di bagi dengan jumlah penerimaan ekspor) semakin besar, maka beban utang luar negeri semakin berat dan serius. Namun, makna dari besarnya angka DSR ini tidak mutlak demikian, sebab ada negara yang DSR-nya 40%, tetapi relatif tidak menemui kesulitan dalam perekonomian nasionalnya. Sebaliknya, bisa terjadi suatu negara dengan DSR yang hanya sebesar kurang dari 10% menghadapi kesulitan yang cukup serius dalam perekonomiannya. Selama ada keyakinan dari negara kreditur (investor) bahwa telah terjadi perkembangan ekonomi yang baik di negara debiturnya, maka pembayaran kembali pinjaman diprediksikan akan dapat diselesaikan dengan baik oleh negara debitur.

Tabel 2
Debt Service Ratio (DSR) Pemerintah Indonesia
Menurut Susan George (1992), utang luar negeri secara pragmatis justru menjadi boomerang bagi negara penerima (debitur). Perekonomian di negara-negara penerima utang tidak menjadi semakin baik, melainkan bisa semakin hancur. Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan dari hasil penelitiannya yang menunjukan, bahwa pada tahun 1980-an arus modal yang mengalir dari negara-negara industri maju, yang umumnya merupakan negara kreditur, ke negara-negara yang sedang berkembang dalam bentuk bantuan pembangunan (official development assistance), kredit ekspor, dan arus modal swasta, seperti bantuan bilateral dan multilateral; investasi swasta langsung (PMA); portfolio invesment; pinjaman bank; dan kredit perdagangan (ekspor/impor), lebih kecil daripada arus aliran dana dari negara-negara yang sedang berkembang ke negara-negara maju tersebut dalam bentuk cicilan pokok utang luar negeri dan bunganya, royalti, deviden, dan keuntungan repatriasi dari perusahaanperusahaan negara maju yang berada di negara-negara yang sedang berkembang.
Penelitian Susan George ini memperkuat argumentasi yang pernah disampaikan G.J. Meier (1970), bahwa arus modal asing dari negara maju ke negara dunia ketiga tidak pernah meningkat, dan masalah pelunasan utang luar negeri semakin memberatkan, karena itu surplus impor yang ditunjang modal asing semakin merosot, dan pengalihan sumber-sumber di luar impor yang didasarkan pada ekspor menjadi relatif tidak penting bagi sebagian besar negara dunia ketiga. Selama kendala devisa ini tidak bisa diatasi, negara kurang maju tidak dapat memenuhi kebutuhan impornya bagi program pembangunan. Akibatnya negara dunia ketiga itu terpaksa menempuh salah satu atau gabungan dari kebijaksanaan berikut ini: mengurangi laju pembangunan negara, mengembangkan ekspor dan melakukan subtitusi impor untuk memperbaiki term of trade, atau merangsang arus bantuan luar negeri lebih besar lagi.
Akibat semakin banyaknya negara-negara yang terjerumus dalam krisis utang luar negeri, menyebabkan IMF dan Bank Dunia terpaksa menganjurkan kepada negara-negara tersebut untuk melakukan program penyesuaian struktural (structural adjustment) terhadap perekonomian dalam negeri, misalkan dengan pengurangan atau penghapusan berbagai macam subsidi bahan bakar minyak dan kebutuhan pokok lainnya; penundaan kenaikan gaji pegawai negeri; dan berbagai macam kebijaksanaan kontraksi fiskal lainnya, sebagai syarat utama untuk mendapatkan pengurangan utang atau memperoleh pinjaman baru. Hal ini terjadi pula di Indonesia.
Berdasarkan data Tabel 3, pembayaran cicilan pokok utang luar negeri pemerintah dan bunganya selama 15 tahun terakhir rata-rata 25,47% dari total pengeluaran dalam APBN RI. Hal tersebut dirasa cukup memberatkan APBN RI. Bercermin pada dampak negatif dari akibat membesarnya utang luar negeri yang terjadi di negara-negara Amerika Latin, masa sekitar krisis ekonomi di Meksiko, pada tahun 1996 pemerintah Indonesia sebenarnya telah merencanakan untuk membayar sebagian besar jumlah utang luar negerinya lebih cepat dari waktu pembayaran yang sebenarnya. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan preventif agar Indonesia terhindar dari krisis utang luar negeri. Juga, agar dapat lebih mempersiapkan diri memasuki tahap tinggal landas ( take-off ), sebab menurut W.W. Rostow (1985), suatu negara bisa tinggal landas jika tidak lagi tergantung kepada utang luar negeri. Dia berpendapat, bahwa masalah utang luar negeri sebagai kendala serius bagi banyak negara yang sedang berkembang untuk bisa masuk dalam tahap take-off. Hal ini dibuktikan dalam pengamatannya yang dilakukan selama tahun 1970-an hingga pertengahan tahun 1980-an, dengan kesimpulan bahwa banyak negara yang sedang berkembang yang diperkirakan akan masuk ke tahap tinggal landas justru semakin tergantung dan terjerat masalah utang luar negeri. Tapi tampaknya komitmen pemerintah tersebut tidak berlangsung lama karena terjadinya krisis moneter di Asia Tenggara dan Timur pada pertengahan tahun 1997.
Pada tahun anggaran 1998/1999, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo meningkat 136,07% dari tahun anggaran sebelumnya sebagai akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap dolar Amerika. Pembayaran kembali utang luar negeri yang meningkat dalam jumlah besar tersebut dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata dengan menggunakan dana dari penerimaan dalam negeri, tetapi dengan terpaksa juga menggunakan bantuan dana (utang luar negeri) dari IMF. Jadi, utang luar negeri yang lama dibayar dengan utang luar negeri yang baru. Ini artinya Indonesia telah terjerumus dalam krisis utang luar negeri.
Akibat dari adanya bantuan IMF dalam jumlah yang sangat besar tersebut, menyebabkan pemerintah Indonesia harus menerima berbagai persyaratan pinjaman dari IMF, yang ditandai dengan penandatanganan letter of intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF. Artinya, pemerintah Indonesia memberikan peluang bagi IMF untuk ikut serta dalam perancangan dan pembuatan banyak keputusan penting di bidang ekonomi, yang menyangkut penyesuaian kebijakan makroekonomi dan reformasi struktural. Ini adalah hal yang wajar terjadi, karena tidak ada kreditur yang rela pinjamannya tidak kembali akibat kesalahan urus debiturnya.

2.5  Strategi Pengelolaan Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia
Dalam rangka mendukung kebutuhan pembiayaan yang makin besar dan mencapai tujuan jangka panjang pengelolaan utang, untuk meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali, disusun strategi pengelolaan utang negara tahun 2010–2014. Strategi tersebut dituangkan ke dalam strategi umum sebagai pedoman pokok pengelolaan utang, dan strategi khusus sebagai pedoman pelaksanaan pengelolaan utang yang dirinci berdasarkan instrumen utang dalam bentuk sekuritas dan non sekuritas. Adapun fokus strategi pengelolaan utang tahun 2010-2014 adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan utang, yang dirinci menjadi:
a.    SBN (Surat Berharga Negara)
Peningkatan likuiditas dan daya serap pasar SBN domestik dalam rangka efisiensi biaya pengelolaan utang.
b.    Pinjaman
Peningkatan kualitas pengelolaan pinjaman dalam rangka efisiensi biaya pengelolaan utang.
Adapun strategi umum pengelolaan utang adalah sebagai berikut:
a. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber domestik melalui penerbitan SBN Rupiah maupun penarikan pinjaman dalam negeri;
b. Melakukan pengembangan instrumen utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih berbagai instrumen yang lebih sesuai, cost-efficient dan risiko yang minimal;
c. Pengadaan pinjaman luar negeri dilakukan sepanjang digunakan untuk memenuhi kebutuhan prioritas, memberikan terms & conditions yang wajar (favourable) bagi Pemerintah, dan tanpa agenda politik dari kreditor;
d. Mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman luar negeri dalam periode jangka menengah;
e. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan otoritas pasar modal, terutama dalam rangka mendorong upaya financial deepening; dan
f. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan pinjaman dan sovereign credit rating.

Manajemen krisis utang utang luar negeri:
1.    Pemilahan penanganan utang swasta dan pemerintah, diantaranya dengan:
a.    Penjadwalan utang kembali (rescheduling)
1)   Perpanjangan tenggang waktu pengembalian
2)   Pengurangan tingkat bunga
3)   Pengunduran waktu pengembalian
4)   Keringanan utang
b.    Penghapusan utang (cut hair)
c.    Konversi
2.    Untuk utang swasta bentuk penjadwalan yang dapat dilakukan :
a.  Bridging Loan: Pinjaman sementara yang diberikan untuk membiayai masa krisis hingga diperoleh pinjaman baru.
b. Paket IMF: Pelaksanaan paket kebijakan IMF sebelum perjanjian penjadwalan kembali disetujui.
c.  Penundaan pembayaran utang pokok dan hanya membayar bunganya dengan tingkat bunga tertentu.
d. Pemberian pinjaman baru dengan suku bunga pasar
3.    Pembayaran utang berdampak pada membesarnya dana yang lari ke luar negeri. Kebijakan yang dapat dilakukan, antara lain :
a.    Kebijakan devaluasi
b.    Pembatasan ekspan kredit
c.    Menurunkan defisit anggaran
d.   Penghapusan subsidi harga



3. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pinjaman (utang) luar negeri pemerintah menjadi hal yang sangat berarti sebagai modal bagi pembiayaan pembangunan perekonomian nasional. Bahkan dapat dikatakan, bahwa utang luar negeri telah menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan perekonomian nasional yang cukup penting bagi sebagian besar negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.
            Terdapat beberapa factor yang menyebabkan munculnya hutang luar negeri antara lain karena kurangnya tabungan dalam negeri (saving-investment gap) dan kurangnya kemampuan menghasilkan devisa (foreign exchange gap).
            Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, yang didahului oleh krisis moneter di Asia Tenggara, telah banyak merusakkan sendi-sendi perekonomian negara yang telah dibangun selama PJP I dan awal PJP II. Penyebab utama terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, juga sebagian negara-negara di ASEAN, adalah ketimpangan neraca pembayaran internasional. Defisit current account ditutup dengan surplus capital account, terutama dengan modal yang bersifat jangka pendek (portfolio invesment), yang relatif fluktuatif. Sehingga, apabila terjadi rush akan mengancam posisi cadangan devisa negara, akhirnya akan mengakibatkan terjadinya krisis nilai tukar mata uang nasional terhadap valuta asing. Hal inilah yang menyebabkan beban utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, bertambah berat bila dihitung berdasarkan nilai mata uang rupiah.
Semakin bertambahnya utang luar negeri pemerintah, berarti juga semakin
memberatkan posisi APBN RI, karena utang luar negeri tersebut harus dibayarkan
beserta dengan bunganya. Ironisnya, semasa krisis ekonomi, utang luar negeri itu
harus dibayar dengan menggunakan bantuan dana dari luar negeri, yang artinya sama saja dengan utang baru, karena pada saat krisis ekonomi penerimaan rutin
pemerintah, terutama dari sektor pajak, tidak dapat ditingkatkan sebanding dengan
kebutuhan anggaran belanjanya.
            Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi baik konsekuensi jangka pendek maupun jangka panjang, begitu juga halnya dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri.
            Strategi pengelolaan utang tahun 2010-2014 adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan utang, yang dirinci menjadi SBN dan pinjaman. Sedangkan, manajemen krisis utang utang luar negeri antara lain, pemilahan penanganan utang swasta dan pemerintah, bentuk penjadwalan untuk utang swasta, dan membuat kebijakan yang dapat mencegah membesarnya dana yang lari ke luar negeri akibat pembayaran utang.
Read more

romdankurkur itu Romdan