BAB I
Latar Belakang
Belakangan ini, makin menarik perbincangan seputar ekonomi Islam. Salah satu pemicu utama, keberhasilan perbankan syariah menunjukkan ketegarannya saat dihantam krisis ekonomi tahun 1997. Bahkan, prestasi ini membuat persepsi yang agak salah kaprah, bahwa ekonomi Islam identik dengan bank Islam.
Kita patut bersyukur dengan makin berkembangnya kajian tentang ekonomi Islam, saat kita membutuhkan banyak terobosan untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat. Setidaknya, dengan ini dakwah tentang bagaimana Islam mengatur ekonomi menjadi lebih mudah. Meski tentu saja tidak boleh berhenti di situ, tapi dilanjutkan dengan mengenalkan tema-tema keislaman yang lain. Yang dimana hal ini berpengaruh pada Riba dan Kemiskinan.
BAB II
Ekonomi Islam Melawan Riba dan Kemiskinan Umat
Pengertian Ekonomi Islam
Islam adalah agama dan ideologi, mengatur seluruh hajat hidup manusia. Sebagaimana Allah adalah Pencipta manusia, memenuhi seluruh hajat hidup mereka. Sementara Rasulullah SAW adalah manusia yang dipilih untuk menjelaskan teori pengaturan itu dan memberikan contoh nyata bagaimana mekanisme pelaksanaannya. Para khalifah dan ulama sesudahnya memperkaya sistem mengikuti realitas yang terus berkembang. Ekonomi Islam dibangun di atas landasan tersebut. Oleh karenanya tak mungkin merumuskan sistem ekonomi Islam tanpa meletakkannya dalam kerangka besar yang bernama dienul Islam dengan segenap elemennya. Jika ekonomi Islam dicerabut dari kerangka yang membingkainya, ia menjadi makhluk asing dan akan menjadi kuda tunggangan untuk mencari dunia belaka.
Secara sederhana, ekonomi Islam adalah konsep tentang tata cara mendapatkan harta/kekayaan dan membelanjakannya menurut hukum dan adab yang terkandung dalam syariat Islam. Pengertian ini bisa dibawa pada kasus individu maupun negara. Hal yang harus diingat, salah satu asas pertimbangan dalam ekonomi Islam adalah aspek adab atau etika. Boleh jadi secara hukum dibenarkan, tapi secara adab tidak. Berbeda dengan sistem non Islam yang hanya bersandar pada konstitusi yang berlaku dan kepuasan pemilik harta. Islam mengabaikan beberapa bentuk transaksi seperti saat ibadah jumat, riba dan perjudian karena dapat merusak keimanan manusia, meski bisa melahirkan keuntungan secara materi.
Filosofi Ekonomi Islam
Filosofi yang melandasi ekonomi Islam adalah aqidah dan akhlaq. Ia menjadi landasan utama dalam melakukan aktifitas ekonomi, sebagaimana dalam menjalankan ajaran Islam lain. Tak mungkin idealisme ekonomi bisa terwujud tanpa landasan aqidah yang kokoh. Sejarah juga memperlihatkan bahwa pengaturan ekonomi Islam turun belakangan setelah aspek aqidah, ibadah dan politik tertata lebih kokoh.
1. Aqidah (keyakinan) yang melandasi aktifitas ekonomi adalah keyakinan bahwa semua materi yang Allah berikan di dunia, hanya berupa pinjaman untuk dipelihara dan dimanfaatkan dengan dasar amanat. Oleh karenanya, kelak akan ditanyakan semuanya At-Takatsur/ 102:8]. Sehingga hubungan manusia dengan alam adalah hubungan kecintaan dan harmoni, bukan eksploitasi tanpa kendali.
2. Keyakinan bahwa Allah membagi rizki kepada manusia sesuai takdirnya masing-masing, maka tidak sama. Manusia tidak boleh iri kepada yang lain soal besarnya rizki, tapi boleh bersaing dalam mencurahkan tenaga dan kreatifitas dalam usaha. [An-Nahl/16: 71].
3. Keyakinan bahwa Allah mencukupi kebutuhan semua ciptaan-Nya, maka jika ada yang kelaparan pasti penyebabnya bukan tidak adanya bahan makanan, tapi ada orang yang memakan jatah temannya.[Al-Hijr/15: 21].
4. Akhlaq juga menjadi elemen yang sangat penting dalam aktifitas ekonomi Islam, diantaranya larangan menimbun padahal komoditas yang ditimbun miliknya sah dan halal. Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang memainkan harga di tengah umat Islam agar menjadi mahal, Allah berhak memberinya kursi api dari tulang di akhirat kelak. HR. Ahmad.
Tujuan Ekonomi Islam
Ekonomi Islam sebagai salah satu bagian dari syariat, memiliki tujuan sebagaimana tujuan syaruat yang lain, yaitu:
1. Memelihara Dinul Islam
2. Memelihara Jiwa
3. Memelihara Akal.
4. Memelihara Keturunan.
5. Memelihara Harta.
Kelima tujuan ini menjadi muara semua elemen syariat. Kelima tujuan di atas harus dibingkai dengan paradigma keumatan, bukan kebangsaan. Ekonomi Islam akan kehilangan relevansinya jika dibingkai dengan paradigma kebangsaan.
Elemen Pendukung Ekonomi Islam
Istilah ekonomi Islam jangan langsung dihubungkan dengan uang. Ada elemen-elemen pendukung yang menjadi bagian tak terpisahkan darinya.
Beberapa diantaranya:
1. Pengelolaan zakat.
Zakat hendaknya dikelola terpusat, bukan tiap orang menyerahkan sendiri kepada orang yang dinilainya mustahiq. Pada zaman khilafah, dikelola oleh Baitul Mal yang terpusat. Jika belum mungkin, bisa dikelola LSM atau pemerintah daerah, agar asas pemerataan lebih terjamin. Hikmah zakat dikelola oleh Baitul Mal, agar mustahiq tidak merasa tangannya di bawah sebab yang memberi adalah negara sebagai bagian dari tanggung-jawabnya terhadap rakyat. Berbeda jika zakat diberikan langsung oleh muzakki kepada mustahiq, ia akan memiliki beban psikologis sebagai tangan di bawah.
2. Pengelolaan wakaf
Wakaf adalah suatu harta yang dihilangkan status kepemilikannya dari manusia menjadi milik Allah. Selain wakaf berupa tanah dan bangunan, kini mulai dipopulerkan istilah wakaf tunai atau wakaf berupa uang untuk digulirkan bagi kemaslahatan umat.
3. Pengelolaan harta non zakat dan wakaf
Harta non zakat dan wakaf banyak bentuknya seperti warisan yang tidak ada ahli warisnya, sedekah, kifarat, infaq fi sabilillah, pinjaman murni dan lain-lain.
4. Pengawasan pasar dan perdagangan.
Pasar merupakan pusat perputaran kekayaan, meski bentuk fisiknya berkembang terus mengikuti perkembangan zaman. Pasar tempat orang bertransaksi, dengan beragam bentuk. Sudah seharusnya bagi seorang muslim memahami hukum yang berkaitan dengan perniagaan sebelum ia memulainya. Selain itu, harus ada kontrol terus menerus terhadap aktivitas perdagangan, misalnya kontrol terhadap takaran dan timbangan untuk memastikan tak ada pihak yang dizalimi. Salah satu yang perlu diperjuangkan adalah kembalinya emas dan perak sebagai alat ukur nilai nominal suatu benda. Saat ini ukuran nominal suatu benda sangat fluktuatif, karena alat ukurnya adalah rupiah yang bergerak terus naik turun mengikuti situasi politik. Ketika seseorang meminjamkan uang rupiah pada pada tahun 1996 sebelum krismon senilai 1 juta, lalu tahun 2000 pasca krismon menerima pelunasan utangnya senilai 1 juta juga, si pemberi pinjaman dalam posisi terzalimi karena 1 juta pada 2000 hanya seperlima nilai 1 juta pada 1996. Berbeda jika ia meminjamkan dalam ukuran emas.
5. Pendidikan fiqih muamalat bagi umat
Cita-cita menegakkan sistem ekonomi Islam tak bisa dilepaskan dari pendidikan masyarakat terhadap hukum-hukum fiqh seputar muamalat. Bahkan, sebelum seseorang berdagang di pasar, ia harus memiliki sertifikat kelulusan tes fiqh muamalat.
6. Memberantas semua praktek riba, gharar, maisir.
Memberantas riba diawali dengan penyadaran, lalu tawaran solusi, dan jika tidak mempan, paksaan dengan kekuatan. Dominasi riba di negeri ini telah merasuk hingga tingkat RT. Buktinya, kas RT jika dipinjamkan kepada anggota, harus dikembalikan dengan bunga.
7. Menegakkan sistem peradilan Islam
Salah satu yang diperlukan dalam pelaksanaan sistem ekonomi Islam adalah sistem peradilan Islam. Kasus-kasus dalam muamalat bisa diselesaikan melalui peradilan ini, karena ia yang memahami karakter dan logikanya. Adapun peradilan non syariat, logika yang mendasarinya tidak mendukung konsep ekonomi Islam.
Melawan Riba
Melawan riba sudah pasti, karena larangannya muhkam dan menjadi ijma ulama tak ada keraguan di dalamnya. Kalaupun ada masalah, bukan pada pengakuan haramnya riba, tapi pada perbedaan pandangan apakah sesuatu itu riba atau bukan. Satu pihak menyimpulkan hal itu riba, pihak lain mengatakan tidak. Tapi sekiranya sesuatu itu disepakati sebagai riba, semuanya sepakat haram. Persoalannya, bisakah mengalahkannya? Mengingat riba hari ini dalam puncak kedigdayaannya. Bukan lagi terjadi antar individu, tapi oleh negara bahkan antar negara. Puncak hegemoni itu tentu dengan naiknya dolar sebagai penguasa tunggal ekonomi dunia. Semua nilai harus tunduk pada dolar. Hutang piutang harus diukur dengan dolar. Apapun komoditi harus dinilai dengan dolar, bahkan emas dan perak sekalipun yang secara sejarah dan sunnatullah sebagai alat ukur nilai nominal suatu benda. Untuk kita, mengalahkan riba adalah karunia, tapi pekerjaan yang tidak boleh berhenti adalah melawannya kapanpun dan di manapun. Allah telah membekali kita dengan senjata mudharabah dan bentuk-bentuk lain yang dijabarkan dalam fiqh, sebagaimana dalam politik Allah membekali kita dengan konsep jihad fi sabilillah. Setidaknya, kita bisa merumuskan beberapa strategi melawan riba, untuk sekedar contoh bukan membatasi:
1. Diri kita sendiri harus mengerti apa itu riba, dan bertekad meninggalkannya.
2. Keluarga kita harus dipastikan terhindar darinya.
3. Lingkungan RT, jika masih menggunakan mekanisme riba, kita harus ikut mengingatkannya.
4. Mendidik masyarakat tentang hakekat riba, dan berupaya memberi solusi, misalnya dengan mendirikan koperasi syariah atau BMT.
5. Menghindari urusan dengan bank yang beroperasi dengan sistem riba.
6. Mendukung penggunaan emas sebagai alat ukur nilai nominal dalam utang-piutang.
Melawan Kemiskinan
Kemiskinan adalah keniscayaan kehidupan. Penyebabnya, bisa kultural, bisa pula struktural. Tapi yang pasti, Allah telah memberi potensi rizki kepada semua makhluq ciptaan-Nya, jika terbagi rata pasti tidak ada kemiskinan. Dengan demikian, yang salah bukan Pencipta, tapi manusia karena ada yang rakus saat ia menguasai pundi-pundi kekayaan. Untuk yang bersifat struktural, konsep Baitul Mal bisa menjadi unsur penting solusi. Tentu jalur politik tidak kalah penting, karena kebijakan-kebijakan yang terkait ekonomi tunduk pada kalkulasi politik. Sementara yang bersifat kultural, pendidikan dan pengajaran kuncinya. Nabi Shollaallahu Alaihi wa Sallam pernah memberi seutas tali kepada seseorang yang sebelumnya meminta-minta, dan diperintahkannya untuk mencari kayu.
Belakangan orang ini memiliki kepercayaan diri yang baik bahwa jika berusaha ternyata ia juga bisa sebagaimana yang lain. Mental dan kepercayaan diri menjadi unsur terpenting problema kultural. Namun harus diingat, kebangkitan Islam bukan bertumpu pada kekayaan. Umat Islam pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin mampu mendirikan negara berdaulat dan menaklukkan Romawi dan Parsi bukan karena terlebih dahulu kaya lalu bisa menang. Tapi yang terjadi, kekayaan mengikuti kemanapun pedang berjalan. Justru karena bermula dari kemiskinan dan kerasnya kehidupan, jiwa mereka terasah laksana batu karang yang kokoh. Tapi yang lebih tepat, kita berupaya mengurangi porsi kekayaan orang-orang kafir dan orang-orang yang benci Islam seminimal mungkin sebab jika mereka menguasai ekonomi mereka akan menggunakannya untuk mengganggu Islam dan umat Islam. Simak firman Allah berikut: Sesungguhnya orang-orang kafir membelanjakan hartanya untuk menghalangi jalan Allah, maka mereka akan membelanjakannya (lagi), kemudian akan menjadi kerugian bagi mereka, kemudian akan dikalahkan. Dan orang-orang kafir itu akan dikumpulkan di neraka Jahannam. [Al-Anfal/8: 36] Berkurangnya porsi penguasaan orang-orang kafir terhadap pundi-pundi harta, tidak harus bermakna kekayaan itu dinikmati umat Islam. Sebab sejarah juga mengajarkan kepada kita, godaan kekayaan dunia tidak lebih mudah diredam dibanding malapetaka kemiskinan. Kekayaan hanya baik di tangan pemerintah yang baik, masyarakat yang baik, pejabat yang baik, keluarga yang baik, bahkan individu yang baik. Tentu baik di sini adalah baik menurut Islam. Allah mentaqdirkan Indonesia sulit beranjak dari kemiskinan barangkali tersirat pesan hikmah di baliknya: menjadi peluang mendidik kader-kader tangguh sebagaimana kemiskinan yang melilit jazirah Arab pada zaman Nabi. Ingatlah orang bijak berpesan: peluang terbaikmu adalah saat ini, bukan nanti. Tak ada rumusnya menunggu kaya baru berbuat.
BAB III
Kesimpulan
Tak ada pencapaian besar tanpa berawal dari yang kecil. Melawan riba dan kemiskinan juga demikian. Meruntuhkan bangunan riba, bukan semata terkait dengan aspek ekonomi. Sebab sistem ekonomi riba menjadi satu paket dengan sistem politik demokrasi dan kapitalisme. Keduanya menjadi urat nadi; riba menjadi urat sistem ekonominya dan demokrasi menjadi urat politiknya.
Riba dan Kemiskinan tidaklah bisa terlepas jauh dengan sebuh ekonomi karena ini adalah sebuah ketergantungan. Untuk itu kita harus mengetahui hal-hal yang diperbolehkan islam dalam menjalankan sebuah sistem perekonomian agar semua berjalan dengan baik menurut ajaran islam.
http://romdankurkur.blogspot.com/2014/11/heroshop-tongsis-tomsis-lensa-fisheye.html
1 komentar:
Ada barang baru n barang lama turun harga :)
Buat semua hp, gadget, smartphone, laptop, tablet, dll
makro wide fisheye (3in1) jepit clip cuma 125rb
makro wide magnet cuma 80rb
makro wide clip cuma 90rb
fish eye clip cuma 100rb
tele tripot holder 225rb
tongsis 125rb
dan produk terbaru kami
FISH EYE 235derajat cuma 170rb
hub sms dan whatsapp 085746668989
pin bbm 24b269b5
kunjungi juga blog kami
http://romdankurkur.blogspot.com
Posting Komentar