1.
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Pembangunan
suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar jika berbagai
sumberdaya dikelola dengan baik serta pendapatan nasional negara tersebut
meningkat untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan. Pendapatan nasional dapat diperoleh dari
investasi, pajak, ekspor, impor, tingkat produksi masyarakat, tingkat konsumsi
masyarakat, dll. Pajak adalah salah satu bagian terbesar dari penerimaan negara
guna mencapai suatu pertumbuhan pembangunan yang diinginkan.
Menurut
Adriani (2003), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak menurut pasal 1 UU No.28
Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan seperti fungsi anggaran, fungsi mengatur,
fungsi stabilitas, dan fungsi retribusi pendapatan.
Adanya
suatu penyimpangan-penyimpangan pajak dalam negeri ini turut mempengaruhi
pembangunan yang berjalan atau dengan kata lain terhambatnya pembangunan
nasional. Disini diperlukan adanya peran serta wajib pajak akan adanya
kesadaran dalam membayar serta mengawasi perjalanan pajak.
Menurut
pengamatan dari berbagai media massa menjelaskan kurang adanya suatu kesadaran
wajib pajak dalam membayar pajak terutama pajak penghasilan serta ditemukan
pula kurang adanya sosialisasi tentang tata cara pembayaran dan perhitungan
pajak yang harus dibayar kepada pemerintah.
Berdasarkan
permasalahan diatas, maka makalah ini mengambil judul Peran Serta Wajib Pajak Dalam Meningkatkan Pembangunan.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.
1) Mengapa
para wajib pajak kurang memiliki kesadaran untuk membayar pajak?
2) Apa
sanksi yang diperoleh wajib pajak jika telat dan tidak membayar pajak?
3) Bagaimana
upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran untuk membayar pajak?
1.3
Tujuan
Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah, makalah ini memiliki tujuan masalah sebagai berikut.
1) Untuk
mengetahui mengapa para wajib pajak kurang memiliki kesadaran untuk membayar
pajak.
2) Untuk
mengetahui sanksi apa yang diperoleh wajib pajak jika telat dan tidak membayar
pajak.
3) Untuk
mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran untuk
membayar pajak.
2.
Pembahasan
2.1
Pengertian
Pajak
Terdapat
bermacam-macam definisi tentang "pajak" diantaranya sebagai berikut.
1) Menurut
Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu
pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya.
2) Menurut
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas maka
dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran yang dipungut berdasarkan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sifat iuran perpajakan dapat
dipaksakan (pelanggaran atas iuran perpajakan dapat dikenakan sanksi), pajak
dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah, dan diperuntukkan
bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
2.1.1
Jenis-Jenis
Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia
dapat dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah
pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Sedangkan pajak daerah adalah
pajak-pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah baik di tingkat
propinsi maupun kabupaten/kota.
Beberapa
jenis pajak pusat antara lain.
1)
Pajak penghasilan (PPh)
adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Dengan demikian, maka
penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan
lain sebagainya.
2)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara). Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam
hal ekspor, tarif PPN adalah 0%.
3)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).
Selain dikenakan PPN atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong
mewah juga dikenakan PPn. Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah.
(1)
Barang tersebut bukan
merupakan barang kebutuhan pokok.
(2)
Barang tersebut
dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
(3) Pada
umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
(4)
Barang tersebut
dikonsumsi untuk menunjukkan status.
(5) Apabila
dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat.
4)
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) adalah atas harta tak bergerak
yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
5)
Bea
Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas
dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, dan surat
berharga yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu.
Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah pusat diatas, ada pula pajak
yang dipungut oleh pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota antara
lain pajak kendaraan bermotor, pajak reklame, pajak restoran, dll.
2.1.2 Dasar Hukum Pajak
Dalam melakukan pemungutan pajak kepada masyarakat pemerintah
memiliki dasar hukum yaitu.
1)
UUD 1945
pasal 23 A (sesudah diamandemen) yang berbunyi: pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
2)
Undang-Undang
Perpajakan yang sudah disempurnakan (terbaru) terdiri atas.
(1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
(2)
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
(3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan atas Hak
Tanah dan Bangunan.
(5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
(6)
Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
(7) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Undang-undang ini mengatur berbagai ketentuan mengenai pajak
daerah dan retribusi daerah.
2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat.
Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu
rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar
tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu.
1)
Pemungutan pajak harus adil.
2)
Pengaturan pajak harus sesuai
dengan UU.
3)
Pungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian.
4)
Pungutan pajak harus efisien.
5)
Sistem pemungutan pajak harus
sederhana.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Ada empat macam sistem
pemungutan pajak yang bisa digunakan, yaitu sebagai berikut.
1) Official Assesment System. Dalam sistem ini, penghitungan pajak dilakukan oleh aparatur
pajak atau kantor pajak. Si wajib pajak tinggal membayar hasil perhitungan
pajak yang sudah dihitung oleh aparatur pajak atau kantor pajak.
2) Self Assesment System. Dalam sistem ini, penghitungan pajak dilakukan sendiri oleh
wajib pajak dan kemudian membayar pajak yang sudah dihitungnya.
3) Semi-Self Assesment System. Dalam sistem ini, penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak
bersama dengan aparatur pajak. Kemudian wajib pajak membayar pajak yang sudah
dihitung bersama.
4) With Holding System. Dalam
sistem ini, penghitungan pajak tidak dilakukan oleh wajib pajak dan aparatur
pajak, tetapi dilakukan oleh pihak ke tiga yang ditunjuk.
Berdasarkan UU No. 16
Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, pemungutan pajak
penghasilan menggunakan Self Assesment System dan pemungutan pajak
penjualan atas barang mewah menggunakan With Holding System.
2.1.5 Asas Pemungutan Pajak
Agar tercipta keadilan dan tidak memberatkan
masyarakat, dalam pemungutan pajak perlu diperhatikan asas-asas atau
prinsip-prinsip pemungutan pajak seperti yang sudah dikemukakan oleh Adam Smith
dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang
terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak sebagai
berikut.
1)
Asas
Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau
asas keadilan) yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai
dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
2)
Asas
Certainty (asas
kepastian hukum) yaitu semua pungutan pajak harus berdasarkan UU sehingga bagi
yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
3)
Asas
Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang
tepat waktu atau asas kesenangan) yaitu pajak harus dipungut pada saat yang
tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak
baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
4)
Asas
Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis) yaitu
biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2.1.6 Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang
pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan
dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang
mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam pasal
23 ayat (2) UUD 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan
berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan,
diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara
untuk mengenakan pajak adalah.
1)
Asas domisili atau asas
kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan
pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk
kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk atau
berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di
negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang
akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut
asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya akan menggabungkan
asas domisili dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang
diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri.
2)
Asas sumber, negara yang menganut
asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan
dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan
dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi
persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh
penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek
pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: tenaga kerja asing bekerja
di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan
pajak oleh pemerintah
Indonesia.
3)
Asas kebangsaan atau asas
nasionalitas atau asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).
Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status
kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan
asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan
pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak
berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas
nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas pendapatan luar negeri.
Dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus
dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial yaitu khusus dalam
ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
2.1.7 Manfaat Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kehidupan bernegara
karena pajak merupakan sumber pendapatan negara dan pajak akan digunakan untuk
membiayai APBN, maka beberapa fungsi pajak antara lain.
1)
Fungsi anggaran (budgertair) yaitu kegunaan pajak sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal
ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Jadi, pajak
berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara terkait proses
pemerintahan.
2)
Fungsi mengatur (regulerend) yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai
alat untuk mencapai tujuan tertentu dan merupakan fungsi tambahan. Contohnya
dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
3)
Fungsi stabilitas
yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan
yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal
ini, bisa dilakukan dengan mengatur peredaran uang dimasyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4)
Fungsi retribusi pendapatan, pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan.
2.2 Para Wajib Pajak Kurang
Memiliki Kesadaran Untuk Membayar Pajak
Wajib Pajak ( WP ) adalah orang pribadi atau badan yang menurut
ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.Kemauan wajib
pajak dalam membayar pajaknya merupakan hal penting dalam penarikan pajak.
Penyebab kurangnya kemauan tersebut, dikarenakan hasil pemungutan pajak
tersebut tidak langsung dinikmati oleh para wajib pajak (pengelolaan pajak
kurang transparant). Timbul pola
pikir bagaimana pajak itu akan dikelola dan kemana uang pajak itu akan
disalurkan, mengingat timbal balik yang diberikan kepada masyarakat dianggap
kurang. Faktor lainnya minimnya pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap
peraturan perpajakan, dan persepsi yang kurang baik atas efektifitas sistem
perpajakan.
Faktor di atas, mempunyai pengaruh terhadap kemauan wajib pajak untuk
membayar pajak, tetapi faktor persepsi yang baik terhadap sistem perpajakan
mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemauan membayar pajak. Sedangkan
faktor pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang peraturan pajak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran perpajakan karena dengan adanya
pengetahuan dan pemahaman akan tata cara pembayaran serta kegunaan pajak akan
memberikan stimulus atau dorongan bagi wajib pajak dalam membayar pajak. Untuk
itu, dibutuhkan kerja keras dari Kantor Pelayanan Pajak untuk lebih giat
mengadakan sosialiasi kepada wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kesadaran
wajib pajak dan persepsi yang baik terhadap sistem perpajakan yang dapat
membantu meningkatkan kemauan wajib pajak untuk membayar pajak.
2.3 Sanksi Bagi Wajib Pajak Jika
Telat Dan Tidak Membayar Pajak
Wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya akan
dilakukan penagihan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penagihan pajak
dilakukan apabila wajib pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding. Maka Direktorat
Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai
dengan surat teguran dan dilanjutkan dengan surat paksa. Dalam hal wajib pajak
tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan
atas harta wajib pajak yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang
tidak/belum dibayar.
Sejak tahun 2009, pemerintah akan memberikan sanksi berupa denda
sebesar 20% hingga 100% dari tarif normal kepada wajib pajak penerima
penghasilan yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak sejak 2009. Penerapan
tarif pemotongan/pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang lebih tinggi bagi
wajib pajak yang tidak memiliki NPWP merupakan salah satu ketentuan baru yang
diatur dalam UU tentang PPh yang akan mulai berlaku 1 Januari 2009.
Wajib pajak dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, atau kenaikan
dalam hal.
1) Wajib pajak terlambat menyetor diterbitkan STP (sanksi bunga)
berdasarkan pasal 14 ayat (1) UU No 16 Tahun 2000 Jo pasal 19 ayat (1) UU No 16 Tahun 2000.
2) Wajib pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan
diterbitkan STP (sanksi denda) berdasarkan Pasal 7 UU No 16 Tahun 2000.
3) Wajib pajak tidak atau kurang memungut/memotong, tidak atau kurang
menyetor PPh Final yang terutang namun menyampaikan laporan bulanan,
diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga
berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU No 16 Tahun 2000.
4) Wajib pajak tidak atau kurang menyetor PPh final dan tidak menyampaikan
laporan bulanan walaupun telah ditegor, diterbitkan SKPKB untuk bulan yang
bersangkutan ditambah sanksi berupa kenaikan berdasarkan pasal 13 ayat (3) UU
No 28 Tahun 2007.
5) Apabila
ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh Final yang seharusnya
terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan maka diterbitkan SKPKBT
ditambah sanksi adminstrasi berupa kenaikan berdasarkan pasal 15 ayat (2) UU No
16 Tahun 2000.
2.4 Upaya Pemerintah Dalam Meningkatkan
Kesadaran Membayar Pajak
Sejak kebijakan pemerintah memutihkan kesalahan dalam pembayaran pajak
pada tahun 2008 lalu, maka jumlah wajib pajak semakin meningkat dan penerimaan
negara dari sektor pajak meningkat seiring tingginya kemauan masyarakat untuk
membayar pajak. Hal ini dikarenakan birokrasi yang dipermudah, serta
pemanfaatannya yang semakin nyata. Pada masa lalu, masyarakat hanya mengetahui
membayar pajak, tetapi tidak mengetahui kegiatan yang transparant dalam penggunaannya dan dalam pembayarannya pun sering
mengalami kesulitan dikarenakan ketidakmengertian masyarakat akan perpajakan
secara signifikan Menyikapi perkembangan kewajiban pajak saat ini, pemerintah
telah melakukan beberapa upaya dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak
antara lain.
1)
Menyediakan software gratis bidang pembukuan. Hal ini diperlukan karena
ketidaktaatan pajak juga bersumber dari ketidaktahuan wajib pajak dalam
melakukan pembukuan sehingga tidak mampu menghitung pajaknya.
2)
Mensosialisasikan kepada wajib
pajak secara detail objek yang kena pajak dan batasan pembiayaan yang dikenakan
pajak serta besaran pajak yang harus dibayarkan.
3)
Memberikan perlakuan yang adil terhadap
semua wajib pajak sehingga dalam pengurusan pajak dapat secara efektif dan
efisien.
4)
Memberikan manfaat yang lebih
nyata kepada masyarakat serta melakukan transparasi pengelolaan pajak sehingga wajib
pajak tak ragu dalam membayar pajak.
5)
Menetapkan sanksi yang tegas
kepada wajib pajak yang kesadaran atau kepatuhan yang masih rendah.
6)
Meningkatkan kualitas aparat
perpajakan baik kualitas pengetahuan mengenai perpajakan dan pelayanan pajak
serta kualitas moral aparatur pajak.
7)
Meningkatkan kualitas pelayanan
kepada wajib pajak antara lain dengan memberikan kemudahan pembayaran pajak.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
1)
Pajak adalah iuran yang dipungut
berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya, sifat iuran perpajakan
dapat dipaksakan (pelanggaran atas iuran perpajakan dapat dikenakan sanksi), pajak
dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah, dan diperuntukkan
bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sedangkan wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau
pemotong pajak tertentu.
2)
Penyebab kurang adanya kesadaran
wajib pajak untuk membayar pajak adalah hasil pemungutan pajak tersebut tidak
langsung dinikmati oleh para wajib pajak, pengelolaan pajak kurang transparant, minimnya pengetahuan dan
pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, dan persepsi yang kurang baik
atas efektifitas sistem perpajakan.
3)
Wajib pajak yang telat maupun
tidak mempayar pajak dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, atau kenaikan
dalam hal yang telah diatur dalam Undang-Undang No.
16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
4)
Upaya pemerintah dalam
meningkatkan kesadaran membayar pajak antara lain menyediakan software gratis bidang pembukuan,
mensosialisasikan kepada wajib pajak tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
memberi perlakuan adil kepada seluruh wajib pajak, memberikan manfaat lebih
nyata dan melakukan transparasi pengelolaan pajak, menetapkan sanksi yang tegas
terhadap pelanggaran pajak, serta meningkatkan kualitas aparat perpajakan.
3.2 Saran
1
Bagi masyarakat adalah diperlukan adanya kesadaran para wajib pajak
dalam membayar pajak sehingga pembangunan dapat berjalan dengan optimal.
2
Bagi pemerintah adalah pemerintah harus menyediakan software gratis bidang pembukuan, mensosialisasikan kepada wajib
pajak tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, memberi perlakuan adil
kepada seluruh wajib pajak, memberikan manfaat lebih nyata dan melakukan transparasi
pengelolaan pajak, menetapkan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran pajak,
serta meningkatkan kualitas aparat perpajakan.
4.
Daftar Rujukan
(Online), http://abdul1manaf2marpaung.wordpress.com/2010/03/12/cara-meningkatkan-kesadaran-membayar-pajak/, diakses 18 April 2011.
(Online), http://baltyra.com/2010/06/04/tindak-pidana-perpajakan-oleh-wajib-pajak/, diakses 18 April 2011.
(Online), http://binarmentari.wordpress.com/2009/10/23/penyuluhan-pajak-berbasis-sosialisasi-dan-reward-untuk-meningkatkan-kesadaran-wajib-pajak/, diakses 18 April 2011.
(Online), http://djunaedird.wordpress.com/2008/09/06/sanksi-denda-20-100-bagi-wajib-pajak-yang-tak-punya-npwp/, diakses 18 April 2011.
(Online), http://www.seputarakuntansi.info/2010/06/kewajiban-wajib-pajak.html, diakses 18 April 2011.
Setiawan, Setu
dan Eny Suprapti. 2000. Perpajakan. Jakarta: Bayu Media.
BY romdankurkur
1 komentar:
Ada barang baru n barang lama turun harga :)
Buat semua hp, gadget, smartphone, laptop, tablet, dll
makro wide fisheye (3in1) jepit clip cuma 125rb
makro wide magnet cuma 80rb
makro wide clip cuma 90rb
fish eye clip cuma 100rb
tele tripot holder 225rb
tongsis 125rb
dan produk terbaru kami
FISH EYE 235derajat cuma 170rb
hub sms dan whatsapp 085746668989
pin bbm 24b269b5
kunjungi juga blog kami
http://romdankurkur.blogspot.com
Posting Komentar