Sabtu, 18 Januari 2014

Peran Serta Wajib Pajak Dalam Meningkatkan Pembangunan

PERAN SERTA WAJIB PAJAK DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN


1.        Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar jika berbagai sumberdaya dikelola dengan baik serta pendapatan nasional negara tersebut meningkat untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Pendapatan nasional dapat diperoleh dari investasi, pajak, ekspor, impor, tingkat produksi masyarakat, tingkat konsumsi masyarakat, dll. Pajak adalah salah satu bagian terbesar dari penerimaan negara guna mencapai suatu pertumbuhan pembangunan yang diinginkan.
Menurut Adriani (2003), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak menurut pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan seperti fungsi anggaran, fungsi mengatur, fungsi stabilitas, dan fungsi retribusi pendapatan.
Adanya suatu penyimpangan-penyimpangan pajak dalam negeri ini turut mempengaruhi pembangunan yang berjalan atau dengan kata lain terhambatnya pembangunan nasional. Disini diperlukan adanya peran serta wajib pajak akan adanya kesadaran dalam membayar serta mengawasi perjalanan pajak.
Menurut pengamatan dari berbagai media massa menjelaskan kurang adanya suatu kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak terutama pajak penghasilan serta ditemukan pula kurang adanya sosialisasi tentang tata cara pembayaran dan perhitungan pajak yang harus dibayar kepada pemerintah.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka makalah ini mengambil judul Peran Serta Wajib Pajak Dalam Meningkatkan Pembangunan.


1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.
1)      Mengapa para wajib pajak kurang memiliki kesadaran untuk membayar pajak?
2)      Apa sanksi yang diperoleh wajib pajak jika telat dan tidak membayar pajak?
3)      Bagaimana upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran untuk  membayar pajak?


1.3    Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah, makalah ini memiliki tujuan masalah sebagai berikut.
1)      Untuk mengetahui mengapa para wajib pajak kurang memiliki kesadaran untuk membayar pajak.
2)      Untuk mengetahui sanksi apa yang diperoleh wajib pajak jika telat dan tidak membayar pajak.
3)      Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran untuk membayar pajak.


2.      Pembahasan
2.1    Pengertian Pajak
Terdapat bermacam-macam definisi tentang "pajak" diantaranya sebagai berikut.
1)      Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya.
2)      Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran yang dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sifat iuran perpajakan dapat dipaksakan (pelanggaran atas iuran perpajakan dapat dikenakan sanksi), pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah, dan diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah.


2.1.1   Jenis-Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Sedangkan pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota.
Beberapa jenis pajak pusat antara lain.
1)     Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Dengan demikian, maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2)     Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara). Tarif  PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%.
3)     Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). Selain dikenakan PPN atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah juga dikenakan PPn. Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah.
(1) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
(2) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
(3) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
(4) Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status.
(5) Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4)      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
5)      Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, dan surat berharga yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu.
Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah pusat diatas, ada pula pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota antara lain pajak kendaraan bermotor, pajak reklame, pajak restoran, dll.


2.1.2   Dasar Hukum Pajak
Dalam melakukan pemungutan pajak kepada masyarakat pemerintah memiliki dasar hukum yaitu.
1)      UUD 1945 pasal 23 A (sesudah diamandemen) yang berbunyi: pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
2)      Undang-Undang Perpajakan yang sudah disempurnakan (terbaru) terdiri atas.
(1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(2)      Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
(3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan.
(5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
(6)      Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
(7) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang ini mengatur berbagai ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.


2.1.3   Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu.
1)      Pemungutan pajak harus adil.
2)      Pengaturan pajak harus sesuai dengan UU.
3)      Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian.
4)      Pungutan pajak harus efisien.
5)      Sistem pemungutan pajak harus sederhana.


2.1.4   Sistem Pemungutan Pajak
Ada empat macam sistem pemungutan pajak yang bisa digunakan, yaitu sebagai berikut.
1)   Official Assesment System. Dalam sistem ini, penghitungan pajak dilakukan oleh aparatur pajak atau kantor pajak. Si wajib pajak tinggal membayar hasil perhitungan pajak yang sudah dihitung oleh aparatur pajak atau kantor pajak.
2)   Self Assesment System. Dalam sistem ini, penghitungan pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak dan kemudian membayar pajak yang sudah dihitungnya.
3)   Semi-Self Assesment System. Dalam sistem ini, penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak bersama dengan aparatur pajak. Kemudian wajib pajak membayar pajak yang sudah dihitung bersama.
4)   With Holding System. Dalam sistem ini, penghitungan pajak tidak dilakukan oleh wajib pajak dan aparatur pajak, tetapi dilakukan oleh pihak ke tiga yang ditunjuk.
Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, pemungutan pajak penghasilan menggunakan Self Assesment System dan pemungutan pajak penjualan atas barang mewah menggunakan With Holding System.


2.1.5   Asas Pemungutan Pajak
Agar tercipta keadilan dan tidak memberatkan masyarakat, dalam pemungutan pajak perlu diperhatikan asas-asas atau prinsip-prinsip pemungutan pajak seperti yang sudah dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak sebagai berikut.
1)      Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan) yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
2)      Asas Certainty (asas kepastian hukum) yaitu semua pungutan pajak harus berdasarkan UU sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
3)      Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan) yaitu pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
4)      Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis) yaitu biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.


2.1.6   Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak adalah.
1)     Asas domisili atau asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya akan menggabungkan asas domisili dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri.
2)     Asas sumber, negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3)     Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle). Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas pendapatan luar negeri.
Dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.


2.1.7   Manfaat Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kehidupan bernegara karena pajak merupakan sumber pendapatan negara dan pajak akan digunakan untuk membiayai APBN, maka beberapa fungsi pajak antara lain.
1)      Fungsi anggaran (budgertair) yaitu kegunaan pajak sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Jadi, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara terkait proses pemerintahan.
2)      Fungsi mengatur (regulerend) yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dan merupakan fungsi tambahan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
3)      Fungsi stabilitas yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini, bisa dilakukan dengan mengatur peredaran uang dimasyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4)      Fungsi retribusi pendapatan, pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan.


2.2    Para Wajib Pajak Kurang Memiliki Kesadaran Untuk Membayar Pajak
Wajib Pajak ( WP ) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.Kemauan wajib pajak dalam membayar pajaknya merupakan hal penting dalam penarikan pajak. Penyebab kurangnya kemauan tersebut, dikarenakan hasil pemungutan pajak tersebut tidak langsung dinikmati oleh para wajib pajak (pengelolaan pajak kurang transparant). Timbul pola pikir bagaimana pajak itu akan dikelola dan kemana uang pajak itu akan disalurkan, mengingat timbal balik yang diberikan kepada masyarakat dianggap kurang. Faktor lainnya minimnya pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, dan persepsi yang kurang baik atas efektifitas sistem perpajakan.
Faktor di atas, mempunyai pengaruh terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak, tetapi faktor persepsi yang baik terhadap sistem perpajakan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemauan membayar pajak. Sedangkan faktor pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang peraturan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran perpajakan karena dengan adanya pengetahuan dan pemahaman akan tata cara pembayaran serta kegunaan pajak akan memberikan stimulus atau dorongan bagi wajib pajak dalam membayar pajak. Untuk itu, dibutuhkan kerja keras dari Kantor Pelayanan Pajak untuk lebih giat mengadakan sosialiasi kepada wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak dan persepsi yang baik terhadap sistem perpajakan yang dapat membantu meningkatkan kemauan wajib pajak untuk membayar pajak.


2.3    Sanksi Bagi Wajib Pajak Jika Telat Dan Tidak Membayar Pajak
Wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya akan dilakukan penagihan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penagihan pajak dilakukan apabila wajib pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding. Maka Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan surat teguran dan dilanjutkan dengan surat paksa. Dalam hal wajib pajak tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta wajib pajak yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.
Sejak tahun 2009, pemerintah akan memberikan sanksi berupa denda sebesar 20% hingga 100% dari tarif normal kepada wajib pajak penerima penghasilan yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak sejak 2009. Penerapan tarif pemotongan/pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang lebih tinggi bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP merupakan salah satu ketentuan baru yang diatur dalam UU tentang PPh yang akan mulai berlaku 1 Januari 2009.
Wajib pajak dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, atau kenaikan dalam hal.
1)      Wajib pajak terlambat menyetor diterbitkan STP (sanksi bunga) berdasarkan pasal 14 ayat (1) UU No 16 Tahun 2000 Jo pasal 19 ayat (1) UU No 16 Tahun 2000.
2)      Wajib pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan diterbitkan STP (sanksi denda) berdasarkan Pasal 7 UU No 16 Tahun 2000.
3)      Wajib pajak tidak atau kurang memungut/memotong, tidak atau kurang menyetor PPh Final yang terutang namun menyampaikan laporan bulanan, diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU No 16 Tahun 2000.
4)      Wajib pajak tidak atau kurang menyetor PPh final dan tidak menyampaikan laporan bulanan walaupun telah ditegor, diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa kenaikan berdasarkan pasal 13 ayat (3) UU No 28 Tahun 2007.
5) Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh Final yang seharusnya terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan maka diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi adminstrasi berupa kenaikan berdasarkan pasal 15 ayat (2) UU No 16 Tahun 2000.


2.4    Upaya Pemerintah Dalam Meningkatkan Kesadaran Membayar Pajak
Sejak kebijakan pemerintah memutihkan kesalahan dalam pembayaran pajak pada tahun 2008 lalu, maka jumlah wajib pajak semakin meningkat dan penerimaan negara dari sektor pajak meningkat seiring tingginya kemauan masyarakat untuk membayar pajak. Hal ini dikarenakan birokrasi yang dipermudah, serta pemanfaatannya yang semakin nyata. Pada masa lalu, masyarakat hanya mengetahui membayar pajak, tetapi tidak mengetahui kegiatan yang transparant dalam penggunaannya dan dalam pembayarannya pun sering mengalami kesulitan dikarenakan ketidakmengertian masyarakat akan perpajakan secara signifikan Menyikapi perkembangan kewajiban pajak saat ini, pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak antara lain.
1)      Menyediakan software gratis bidang pembukuan. Hal ini diperlukan karena ketidaktaatan pajak juga bersumber dari ketidaktahuan wajib pajak dalam melakukan pembukuan sehingga tidak mampu menghitung pajaknya.
2)      Mensosialisasikan kepada wajib pajak secara detail objek yang kena pajak dan batasan pembiayaan yang dikenakan pajak serta besaran pajak yang harus dibayarkan.
3)      Memberikan perlakuan yang adil terhadap semua wajib pajak sehingga dalam pengurusan pajak dapat secara efektif dan efisien.
4)      Memberikan manfaat yang lebih nyata kepada masyarakat serta melakukan transparasi pengelolaan pajak sehingga wajib pajak tak ragu dalam membayar pajak.
5)      Menetapkan sanksi yang tegas kepada wajib pajak yang kesadaran atau kepatuhan yang masih rendah.
6)      Meningkatkan kualitas aparat perpajakan baik kualitas pengetahuan mengenai perpajakan dan pelayanan pajak serta kualitas moral aparatur pajak.
7)      Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak antara lain dengan memberikan kemudahan pembayaran pajak.


3.   Penutup
3.1 Kesimpulan
1)      Pajak adalah iuran yang dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya, sifat iuran perpajakan dapat dipaksakan (pelanggaran atas iuran perpajakan dapat dikenakan sanksi), pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah, dan diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
2)      Penyebab kurang adanya kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak adalah hasil pemungutan pajak tersebut tidak langsung dinikmati oleh para wajib pajak, pengelolaan pajak kurang transparant, minimnya pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, dan persepsi yang kurang baik atas efektifitas sistem perpajakan.
3)      Wajib pajak yang telat maupun tidak mempayar pajak dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, atau kenaikan dalam hal yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
4)      Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak antara lain menyediakan software gratis bidang pembukuan, mensosialisasikan kepada wajib pajak tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, memberi perlakuan adil kepada seluruh wajib pajak, memberikan manfaat lebih nyata dan melakukan transparasi pengelolaan pajak, menetapkan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran pajak, serta meningkatkan kualitas aparat perpajakan.


3.2 Saran
1        Bagi masyarakat adalah diperlukan adanya kesadaran para wajib pajak dalam membayar pajak sehingga pembangunan dapat berjalan dengan optimal.
2        Bagi pemerintah adalah pemerintah harus menyediakan software gratis bidang pembukuan, mensosialisasikan kepada wajib pajak tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, memberi perlakuan adil kepada seluruh wajib pajak, memberikan manfaat lebih nyata dan melakukan transparasi pengelolaan pajak, menetapkan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran pajak, serta meningkatkan kualitas aparat perpajakan.


4.        Daftar Rujukan


(Online), http://beritadaerah.com/berita/maluku/37030, diakses 18 April 2011.



(Online), http://dudiwahyudi.com/pajak/, diakses 18 April 2011.

(Online), http://id.shvoong.com/, diakses 18 April 2011.

(Online), http://maksumpriangga.com/, diakses 18 April 2011.


(Online), http://tax-center.pajak.go.id/, diakses 18 April 2011.

(Online), http://www.ortax.org/, diakses 18 April 2011.



Setiawan, Setu dan  Eny Suprapti. 2000. Perpajakan. Jakarta: Bayu Media.


BY romdankurkur

1 komentar:

Ada barang baru n barang lama turun harga :)
Buat semua hp, gadget, smartphone, laptop, tablet, dll

makro wide fisheye (3in1) jepit clip cuma 125rb
makro wide magnet cuma 80rb
makro wide clip cuma 90rb
fish eye clip cuma 100rb
tele tripot holder 225rb
tongsis 125rb
dan produk terbaru kami
FISH EYE 235derajat cuma 170rb

hub sms dan whatsapp 085746668989
pin bbm 24b269b5
kunjungi juga blog kami
http://romdankurkur.blogspot.com

4 Mei 2014 pukul 10.03

Posting Komentar

romdankurkur itu Romdan