Rabu, 16 September 2015

Investasi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Selama berabad-abad lamanya kita mengenal bahwa Bank Umum atau Bank Konvensional telah memegang peranan yang amat penting dalam membantu dan mendorong kemajuan ekonomi suatu negara. Bahkan posisinya amat strategis dalam menggerakkan roda perekonomian. Di Indonesia sejak awal kemerdekaannya Bank telah memainkan peranan yang amat menentukan bagi pengaturan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat termasuk produksi dan perdagangan di semua sektor ekonomi. Salah satu upaya bank konvensional dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara adalah berupa investasi-investasi yang dilakukannya, baik di pasar modal maupun di segala bentuk usaha yang dianggap berkompeten di bidangnya.
Investasi persediaan barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang pada saat yang sama bisa tidak bernilai apa-apa dan bisa memiliki signifikan yang besar. Investasi persediaan merupakan salah satu komponen pengeluaran terkecil, rata-rata sekitar 1 persen dari GDP. Tetapi cirri volatilitas membuatnya menjadi pusat studi dari fluktuasi ekonomi. Pada masa resesi, perusahaan berhenti mengganti kembali persediaan mereka begitu barang dijual, dan investasi persediaan menjadi negative. Pada resesi tipikal, lebih dari separuh penurunan pengeluaran berasal dari penurunan investasi persediaan.

1.2.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :
1.2.1.      Apakah yang dimaksud dengan investasi?
1.2.2.      Apakah alasan menyimpan persediaan?
1.2.3.      Bagaimanakah modal percepatan persediaan?
1.2.4.      Apakah hubungan antara persediaan dan tingkat bunga riil?

1.3 Tujuan
                 Tujuan yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :
1.3.1.  Untuk mengetahui pengertian investasi
1.3.2.  Untuk mengetahui alasan menyimpan persediaan
1.3.3.  Untuk mengetahui modal percepatan persediaan
1.3.4.  Untuk mangetahui bubungan antara persediaan dan tingkat bunga riil

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Investasi
Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal pada suatu perusahaan untuk membeli barang-barang modal agar dapat menambah kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasikan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barang-barang modal yang lama yang telah haus dan perlu didepresiasikan.
Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi meliputi pengeluaran/perbelanjaan yang berikut:
1.      Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
2.      Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
3.      Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.
Jumlah dari ketiga-tiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi bruto, yaitu ia meliputi investasi untuk menambah kemampuan memproduksi dalam perekonomian dan mengganti barang modal yang sudah didepresiasikan. Apabila investasi bruto dikurangi oleh nilai apresiasi maka akan didapat investasi neto.

Faktor-Faktor Penentu Investasi
Bagi seorang investor yang hendak melakukan suatu investasi, harus melakukan suatu analisis terlebih dahulu dalam menentukan keputusan investasinya. Untuk melakukan suatu analisis investasi, setidaknya ada tiga faktor yang harus dianalisis, yaitu:
1.      Analisis kondisi makroekonomi.
2.      Analisis pada jenis industri
3.      Analisis fundamental suatu perusahaan
Tahap pertama yang dilakukan oleh seorang investor dalam berinvestasi adalah melakukan analisis terhadap variabel-variabel makro, tahap analisis ini dilakukan untuk menganalisis kondisi perekonomian suatu negara secara makro dalam proses suatu investasi. Variabel-variabel ekonomi makro yang dianalisis diantaranya adalah tingkat inflasi, transaksi berjalan, kurs/exchange rate (nilai tukar suatu mata uang negara terhadap mata uang negara lain), suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dan lain-lain.
Pada tahap kedua, dilakukan analisis pada berbagai jenis industri. Pada tahapan ini, kita memilih jenis industri yang paling memberikan prospek keuntungan jika dilakukan invstasi. Sektor mana yang akan dijadikan suatu investasi dapat dilihat dari pergerakan dalam indeks sektoral industri pada suatu pasar modal. Sektor yang mempunyai indeks yang bagus untuk investasi jangka panjang tentunya akan dipilih.
Pada tahap ketiga, dilakukan analisis fundamental pada perusahaan yaitu dengan menggunakan rasio-rasio keuangan suatu perusahaan.
Dalam rasio-rasio keuangan, terbagi lagi menjadi lima rasio, yaitu :
1.      Rasio Likuiditas, menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo.
2.      Rasio Aktifitas, menunjukkan kemampuan serta efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan aktifa yang dimiliki atau perputaran (turnover) aktifa-aktifa suatu perusahaan.
3.      Rasio Hutang, berfungsi untuk menunjukkan kemampun perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
4.      Rasio Profitabilitas, menunjukkan tingkat keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan.
5.      Rasio Pasar, menggambarkan bagaimana pasar menghargai saham suatu perusahaan.

2.2  Alasan Menyimpan Persediaan
Ketika sales tinggi, perusahaan memproduksi kurang sehingga ia menjual dan mengambil barang dari persediaan. Ini disebut pemerataan produksi (production smoothing). Menyimpan persediaan memungkinkan perusahaan beroperasi lebih efisien. Jadi, kita dapat memandang persediaan sebagai faktor produksi (inventories as a factor of production). Juga, perusahaan tak ingin kekurangan barang ketika penjualan tiba-tiba melonjak. Ini disebut pencegahan kehabisan barang (stock-out avoidance). Terakhir, jika barang baru selesai sebagian, komponen masih dihitung dalam persediaan, dan disebut, barang dalam proses (work in process).
Alasan pertama untuk menyimpan persediaan adalah untuk meratakan tingkat produksi sepanjang waktu. Perhatikanlah perusahaan yang mengalami booming dan penurunan penjualan secara temporer. Selain menyesuaikan produksi dengan fluktuasiak penjualan, perusahaan tersebut juga menganggap lebih murah memproduksi lebih banyak dari yang dijual dan menyimpan kelebihan barang itu sebagai persediaan. Ketika penjualan tinggai, perusahaan memproduksi lebih sedikit dari yang dijual dan menjual persediaannya. Motif ini disebut pemerataan produksi.
Alasan kedua untuk menyimpan persediaan adalah persediaan membuat perusahaan beroperasi secara lebih efisien. Toko-toko eceran, misalnya dapat menjual barang-barang dagangan lebih efektif jika mereka memiliki barang untuk ditunjukkan kepada pelanggan. Perusahaan manufaktur menyimpan persediaan suku cadang untuk untuk mengurangi waktu pada saat terhentinya lini perikatan ketika mesin-mesin rusak. Dalam beberapa cara, kita dapat memandang persediaan sebagai faktor produksi : semakin besar persediaan yang disimpan perusahaan, semakin besar output yang dapat diproduksi.
Alasan ketiga untuk menyimpan persediaan adalah menghindari kehabisan barang ketika penjualan tiba – tiba melonjak. Perusahaan seringkali harus membuat keputusan produksi sebelum mengetahui tingkat permintaan pelanggan. Sebagai contoh, penerbit harus memutuskan berapa banyak buku baru yang harus dicetak sebelum mengetahui apakah buku itu akan popular. Jika permintaan melebihi produksi dan tidak ada persediaan barang akan habis selama satu periode, serta perusahaan akan kehilangan penjualan dan laba. Persediaan dappat mencegah hal ini. Motif untuk menyimpan persediaan ini disebut pencegahan kehabisan-barang (stock-out avoidance).
Alasan keempat untuk persediaan dijelaskan dalam proses produksi. Beberapa barang mungkin membutuhkan beberapa tahapan dalam produksi dan karena itu, membutuhkan waktu. Ketika barang baru selesai sebagian, komponen-komponenya dihitung senagai bagian dari persediaan perusahaan. Persediaan ini disebut barang dalam proses (work in procces).


2.3  Model Percepatan Persediaan
Model percepatan (accelerator model) berasumsi perusahaan menyimpan persediaan yang proporsional dengan tingkat output perusahaan. Jadi, jika N adalah persediaan perekonomian dan Y adalah output, maka
                                          N = b Y
di mana b adalah parameter yang menunjukkan berapa banyak persediaan yang perusahaan ingin simpan sebagai proporsi dari output.investasi persediaan I adalah perubahan persediaan ∆N. Oleh karenanya,  I = ∆N = b ∆Y.
Model percepat memprediksi bahwa investasi persediaan adalah proporsional terhadap perubahan output.
  •  Ketika output naik, perusahaan ingin menyimpan lebih banyak persediaan, sehingga investasi persediaan tinggi.
  •  Ketika output turun, perusahaan ingin menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga mereka membiarkan persediaan mereka menurun, dan investasi persediaan adalah negatif.
Model ini mengatakan bahwa investasi persediaan bergantung pada apakah perekonomian tumbuh dengan cepat atau melambat.
Sekarang kita dapat meihat bagaimana model tersebut diinamakan model percepatan. Karena variabel Y adalah tingkat dimana perusahaan memproduksi barang, maka ∆Y merupakan percepatan percepatan produksi. Menyatakan bahwa investasi persediaan bergantung pada apakah perekonomian tumbuh dengan cepat atau melambat.

2.4  Persediaan dan tingkat bunga riil
Seperti komponen investasi lain, investasi persediaan bergantung pada tingkat bunga riil. Ketika perusahaan menyimpan persediaan dan menjualnya besok bukan hari ini, perusahaan itu akan kehilangan bunga yang dapat ia peroleh anatara hari ini dan besok. Jadi tingkat bunga riil mengukur biaya oportunitas dari menyimpan persediaan.
Bila tingkat bunga riil naik, menyimpan persediaan menjadi lebih mahal, sehingga perusahaan yang rasional berusaha menurunkan persediaannya.  Sebagai contoh pada tahun 1980-an banyak perusahaan mengadopsi rencana produksi “just in time” yang dirancang untuk menurunkan jumlah persediaan dengan memproduksi barang sesaat sebelum dijual. Tingkat bunga riil tinggi yang berlaku selama decade ini menjelaskan mengapa perubahan dalam strategi bisnis ini terjadi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Investasi, yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.
Bagi seorang investor yang hendak melakukan suatu investasi, harus melakukan suatu analisis terlebih dahulu dalam menentukan keputusan investasinya. Untuk melakukan suatu analisis investasi, setidaknya ada tiga faktor yang harus dianalisis, yaitu:
1
.    Analisis kondisi makroekonomi
2.    Analisis pada jenis industri
3.    Analisis fundamental suatu perusahaan
Ketika sales tinggi, perusahaan memproduksi kurang sehingga ia menjual dan mengambil barang dari persediaan. Ini disebut pemerataan produksi (production smoothing). Menyimpan persediaan memungkinkan perusahaan beroperasi lebih efisien. Jadi, kita dapat memandang persediaan sebagai faktor produksi (inventories as a factor of production). Juga, perusahaan tak ingin kekurangan barang ketika penjualan tiba-tiba melonjak. Ini disebut pencegahan kehabisan barang (stock-out avoidance). Terakhir, jika barang baru selesai sebagian, komponen masih dihitung dalam persediaan, dan disebut, barang dalam proses (work in process).










0 komentar:

Posting Komentar

romdankurkur itu Romdan