BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Selama
berabad-abad lamanya kita mengenal bahwa Bank Umum atau Bank Konvensional telah
memegang peranan yang amat penting dalam membantu dan mendorong kemajuan
ekonomi suatu negara. Bahkan posisinya amat strategis dalam menggerakkan roda
perekonomian. Di Indonesia sejak awal kemerdekaannya Bank telah memainkan
peranan yang amat menentukan bagi pengaturan perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat termasuk produksi dan perdagangan di semua sektor ekonomi. Salah
satu upaya bank konvensional dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara
adalah berupa investasi-investasi yang dilakukannya, baik di pasar modal maupun
di segala bentuk usaha yang dianggap berkompeten di bidangnya.
Investasi
persediaan barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang pada saat yang sama
bisa tidak bernilai apa-apa dan bisa memiliki signifikan yang besar. Investasi
persediaan merupakan salah satu komponen pengeluaran terkecil, rata-rata
sekitar 1 persen dari GDP. Tetapi cirri volatilitas membuatnya menjadi pusat
studi dari fluktuasi ekonomi. Pada masa resesi, perusahaan berhenti mengganti
kembali persediaan mereka begitu barang dijual, dan investasi persediaan
menjadi negative. Pada resesi tipikal, lebih dari separuh penurunan pengeluaran
berasal dari penurunan investasi persediaan.
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :
1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan investasi?
1.2.2. Apakah alasan menyimpan persediaan?
1.2.3. Bagaimanakah modal percepatan persediaan?
1.2.4. Apakah hubungan antara persediaan dan
tingkat bunga riil?
1.3 Tujuan
Tujuan yang terdapat dalam
makalah ini, antara lain :
1.3.1.
Untuk mengetahui pengertian investasi
1.3.2.
Untuk mengetahui alasan menyimpan persediaan
1.3.3.
Untuk mengetahui modal percepatan persediaan
1.3.4.
Untuk mangetahui bubungan antara persediaan dan tingkat bunga riil
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Investasi
Investasi yang lazim
disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan
komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Dengan demikian
istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman
modal pada suatu perusahaan untuk membeli barang-barang modal agar dapat
menambah kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam
perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian
tersebut menghasikan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang.
Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barang-barang modal
yang lama yang telah haus dan perlu didepresiasikan.
Dalam prakteknya,
dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun
tertentu yang digolongkan sebagai investasi meliputi pengeluaran/perbelanjaan
yang berikut:
1. Pembelian
berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya
untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
2. Perbelanjaan untuk
membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan
bangunan-bangunan lainnya.
3. Pertambahan
nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih
dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.
Jumlah dari
ketiga-tiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi bruto, yaitu
ia meliputi investasi untuk menambah kemampuan memproduksi dalam perekonomian
dan mengganti barang modal yang sudah didepresiasikan. Apabila investasi bruto
dikurangi oleh nilai apresiasi maka akan didapat investasi neto.
Faktor-Faktor Penentu Investasi
Bagi seorang investor yang hendak
melakukan suatu investasi, harus melakukan suatu analisis terlebih dahulu dalam
menentukan keputusan investasinya. Untuk melakukan suatu analisis investasi,
setidaknya ada tiga faktor yang harus dianalisis, yaitu:
1. Analisis kondisi
makroekonomi.
2. Analisis pada jenis industri
3. Analisis fundamental suatu
perusahaan
Tahap pertama yang dilakukan oleh seorang
investor dalam berinvestasi adalah melakukan analisis terhadap
variabel-variabel makro, tahap analisis ini dilakukan untuk menganalisis
kondisi perekonomian suatu negara secara makro dalam proses suatu investasi. Variabel-variabel ekonomi makro yang dianalisis
diantaranya adalah tingkat inflasi, transaksi berjalan, kurs/exchange rate
(nilai tukar suatu mata uang negara terhadap mata uang negara lain), suku bunga
SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dan lain-lain.
Pada tahap kedua, dilakukan analisis pada
berbagai jenis industri. Pada tahapan ini, kita memilih jenis industri yang
paling memberikan prospek keuntungan jika dilakukan invstasi. Sektor mana yang akan dijadikan suatu investasi
dapat dilihat dari pergerakan dalam indeks sektoral industri pada suatu pasar
modal. Sektor yang mempunyai indeks yang bagus untuk investasi jangka panjang
tentunya akan dipilih.
Pada tahap ketiga, dilakukan
analisis fundamental pada perusahaan yaitu dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan suatu perusahaan.
Dalam rasio-rasio keuangan, terbagi lagi menjadi lima rasio, yaitu :
1. Rasio Likuiditas, menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo.
2. Rasio Aktifitas, menunjukkan kemampuan serta efisiensi perusahaan
dalam memanfaatkan aktifa yang dimiliki atau perputaran (turnover)
aktifa-aktifa suatu perusahaan.
3. Rasio Hutang, berfungsi untuk menunjukkan kemampun perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
4. Rasio Profitabilitas, menunjukkan tingkat keberhasilan perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan.
5. Rasio Pasar, menggambarkan bagaimana pasar menghargai saham suatu
perusahaan.
2.2 Alasan Menyimpan
Persediaan
Ketika
sales tinggi, perusahaan memproduksi kurang sehingga ia menjual dan mengambil
barang dari persediaan. Ini disebut pemerataan produksi (production
smoothing). Menyimpan persediaan memungkinkan perusahaan beroperasi
lebih efisien. Jadi, kita dapat memandang persediaan sebagai faktor produksi (inventories
as a factor of production). Juga, perusahaan tak ingin kekurangan
barang ketika penjualan tiba-tiba melonjak. Ini disebut pencegahan kehabisan
barang (stock-out avoidance). Terakhir, jika barang baru selesai
sebagian, komponen masih dihitung dalam persediaan, dan disebut, barang dalam
proses (work in process).
Alasan
pertama untuk
menyimpan persediaan adalah untuk meratakan tingkat produksi sepanjang waktu.
Perhatikanlah perusahaan yang mengalami booming dan penurunan penjualan secara
temporer. Selain menyesuaikan produksi dengan fluktuasiak penjualan, perusahaan
tersebut juga menganggap lebih murah memproduksi lebih banyak dari yang dijual
dan menyimpan kelebihan barang itu sebagai persediaan. Ketika penjualan
tinggai, perusahaan memproduksi lebih sedikit dari yang dijual dan menjual persediaannya.
Motif ini disebut pemerataan produksi.
Alasan
kedua untuk menyimpan
persediaan adalah persediaan membuat perusahaan beroperasi secara lebih
efisien. Toko-toko eceran, misalnya dapat menjual barang-barang dagangan lebih
efektif jika mereka memiliki barang untuk ditunjukkan kepada pelanggan.
Perusahaan manufaktur menyimpan persediaan suku cadang untuk untuk mengurangi
waktu pada saat terhentinya lini perikatan ketika mesin-mesin rusak. Dalam
beberapa cara, kita dapat memandang persediaan sebagai faktor produksi :
semakin besar persediaan yang disimpan perusahaan, semakin besar output yang
dapat diproduksi.
Alasan
ketiga untuk
menyimpan persediaan adalah menghindari kehabisan barang ketika penjualan tiba
– tiba melonjak. Perusahaan seringkali harus membuat keputusan produksi sebelum
mengetahui tingkat permintaan pelanggan. Sebagai contoh, penerbit harus
memutuskan berapa banyak buku baru yang harus dicetak sebelum mengetahui apakah
buku itu akan popular. Jika permintaan melebihi produksi dan tidak ada
persediaan barang akan habis selama satu periode, serta perusahaan akan
kehilangan penjualan dan laba. Persediaan dappat mencegah hal ini. Motif untuk
menyimpan persediaan ini disebut pencegahan kehabisan-barang (stock-out
avoidance).
Alasan
keempat untuk
persediaan dijelaskan dalam proses produksi. Beberapa barang mungkin
membutuhkan beberapa tahapan
dalam produksi dan karena itu, membutuhkan waktu. Ketika barang baru selesai sebagian,
komponen-komponenya dihitung senagai bagian dari persediaan perusahaan.
Persediaan ini disebut barang dalam proses (work in procces).
2.3 Model Percepatan Persediaan
Model
percepatan (accelerator model) berasumsi perusahaan menyimpan persediaan
yang proporsional dengan tingkat output perusahaan. Jadi, jika N adalah
persediaan perekonomian dan Y adalah output, maka
N = b Y
di mana b adalah
parameter yang menunjukkan berapa banyak persediaan yang perusahaan ingin
simpan sebagai proporsi dari output.investasi persediaan I adalah
perubahan persediaan ∆N. Oleh karenanya,
I = ∆N = b ∆Y.
Model
percepat memprediksi bahwa investasi persediaan adalah proporsional terhadap
perubahan output.
- Ketika output naik, perusahaan ingin
menyimpan lebih banyak persediaan, sehingga investasi persediaan tinggi.
- Ketika output turun, perusahaan ingin
menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga mereka membiarkan persediaan
mereka menurun, dan investasi persediaan adalah negatif.
Model ini
mengatakan bahwa investasi persediaan bergantung pada apakah perekonomian
tumbuh dengan cepat atau melambat.
Sekarang
kita dapat meihat bagaimana model tersebut diinamakan model percepatan. Karena
variabel Y adalah tingkat dimana perusahaan memproduksi barang, maka ∆Y merupakan percepatan percepatan produksi.
Menyatakan bahwa investasi persediaan bergantung pada apakah perekonomian
tumbuh dengan cepat atau melambat.
2.4 Persediaan dan tingkat bunga riil
Seperti komponen investasi lain, investasi
persediaan bergantung pada tingkat bunga riil. Ketika perusahaan menyimpan
persediaan dan menjualnya besok bukan hari ini, perusahaan itu akan kehilangan
bunga yang dapat ia peroleh anatara hari ini dan besok. Jadi tingkat bunga riil
mengukur biaya oportunitas dari menyimpan persediaan.
Bila tingkat bunga riil naik, menyimpan persediaan
menjadi lebih mahal, sehingga perusahaan yang rasional berusaha menurunkan
persediaannya. Sebagai contoh pada tahun
1980-an banyak perusahaan mengadopsi rencana produksi “just in time” yang
dirancang untuk menurunkan jumlah persediaan dengan memproduksi barang sesaat
sebelum dijual. Tingkat bunga riil tinggi yang berlaku selama decade ini
menjelaskan mengapa perubahan dalam strategi bisnis ini terjadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Investasi,
yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal
merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Dengan
demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau
perbelanjaan penanam-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang
modal dan perlengkapan-perlengkapan untuk menambah kemampuan memproduksi
barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.
Bagi seorang investor yang hendak
melakukan suatu investasi, harus melakukan suatu analisis terlebih dahulu dalam
menentukan keputusan investasinya. Untuk melakukan suatu analisis investasi,
setidaknya ada tiga faktor yang harus dianalisis, yaitu:
1. Analisis kondisi makroekonomi
1. Analisis kondisi makroekonomi
2. Analisis pada jenis industri
3. Analisis
fundamental suatu perusahaan
Ketika
sales tinggi, perusahaan memproduksi kurang sehingga ia menjual dan mengambil
barang dari persediaan. Ini disebut pemerataan produksi (production
smoothing). Menyimpan persediaan memungkinkan perusahaan beroperasi
lebih efisien. Jadi, kita dapat memandang persediaan sebagai faktor produksi (inventories
as a factor of production). Juga, perusahaan tak ingin kekurangan
barang ketika penjualan tiba-tiba melonjak. Ini disebut pencegahan kehabisan
barang (stock-out avoidance). Terakhir, jika barang baru selesai
sebagian, komponen masih dihitung dalam persediaan, dan disebut, barang dalam
proses (work in process).
0 komentar:
Posting Komentar